Senin, 25 November 2019

Harapan Teruntuk Nahkoda GMNI

Harapan Teruntuk Nahkoda GMNI
Oleh : Yasinta Riski Permatasari



Sehubungan dengan aturan ad/art bahwasanya dalam masa kepemimpinan Dewan Pimpimpinan Pusat atau yang disebut DPP di organisasi GmnI yaitu selama 2 tahun, sehingga Setiap 2 tahun sekali diadakannya kongres GmnI. 


Harapan harapan yang baik untuk Pemimpin GMNI pastinya Sudah tertanam di masing masing kadernya. Pemimpin yang memiliki jiwa Nasinonalis akan tanah Air Indonesia dan memiliki pondasi integritas hati nurani yang benar, kesatuan antara pikiran, hati dan perilaku yang menjadi  modal dasar bagi pemimpin untuk bisa melakukan perubahan yang baik. 


Seorang pemimpin harapan kita yaitu, seorang pemimpin yang tidak hanya harus seorang yang kharismatik, tetapi juga pemimpin yang menjadi sosok penebar inspiratif untuk Kita kader2 gmni dan calon-calon kader GmnI.  Menurut Ummiy fauziyah Laili, Seorang pemimpin tidak harus kharismatik, tetapi pemimpin harus punya inspirasi, bagaimana menghargai dengan setulus jiwa kepada sebuah bangsa dan rakyatnya, inilah kriteria pemimpin inspiratif yang bisa digaris bawahi . Zenger & Folkman menyebut lima karakteristik pemimpin inspiratif: karakter yang berintegritas, insan yang kapabel, fokus pada results, cerdas interpersonal, dan memimpin perubahan secara organisasional.


Seorang pemimpin yang telah dipilih,  bukanlah sebagai seorang atasan di dalam hierarki kerakyatan, melainkan menjadi seorang pelayan yang dengan tulus hati melayani dan mengayomi seluruh rakyatnya termasuk di dalamnya mengutamakan kebutuhan, kepentingan, dan aspirasi rakyat. Mengutamakan kebutuhan rakyatnya berarti peduli terhadap apa yang dibutuhkan oleh rakyatnya demi tercapainya harapan-harapan rakyat. Pemimpin harus terbuka terhadap aspirasi rakyatnya dalam mengemban tugas dan amanahnya.


Oleh karena itu, harapan harapan dalam tulisan ini semoga terealisasikan untuk kemajuan Dan kejayaan OKP khususnya GmnI Kedepannya..


Dan semoga Kongres di Ambon esok ini dapat melahirkan pemimpin yang berkualitas dan berkompeten untuk  GmnI dan khususnya dalam memperjuangkan Kaum Marhaen Untuk Kesejahteraan NKRI.

Rendahnya Minat Membaca Para Pemuda

Rendahnya Minat Membaca  Para Pemuda
Oleh : Guruh Yoni Prananda


Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki budaya membaca sangat memprihatinkan. Lemahnya budaya membaca di Indonesia dikarenakan oleh beberapa faktor. Skor rata-rata kemampuan membaca remaja Indonesia menempati peringkat 57 dari 62 negara. Rangking itu lebih rendah dari Montenegro, Yordania, Tunisia atau dibawah rata-rata negara yang masuk Organization for Economic Cooperation Development (OECD) (Media Indonesia, 2011). 


Salah satu penyebabnya, maraknya acara talk show di televisi yang mencerminkan budaya berbicara lebih kuat dimasyarakat Indonesia daripada budaya membaca. Untuk menumbuhkannya dapat dilakukan dengan memunculkan Taman Bacaan Masyarakat (TBM). TBM menyediakan buku-buku sesuai dengan kebutuhan masyarakat sekitar (Media Indonesia, 2011).


Budayawan Emha Ainun Najib (1995), pernah mengatakan, di Indonesia terdapat "kekeliruan" tahapan budaya yang berakibat cukup fatal. Yang dimaksud tahapan budaya disini adalah dari budaya membaca ke budaya elektronik (televisi dan sejenisnya). Pada saat budaya membaca belum terbangun dengan kokoh di negara kita, masuklah budaya elektronik secara gencar dan masif. 


Akibatnya budaya membaca yang masih tertatih-tatih itu tergerus oleh budaya elektronik. Pasalnya, budaya elektronik ini menawarkan sesuatu yang menyenangkan karena fungsinya memang untuk menghibur. Sekalipun budaya elektronik ini bisa juga digunakan untuk media pendidikan, tetapi praktiknya sangat minim. Sementara itu budaya membaca yang membutuhkan keseriusan dan ketekunan itu tentu kian ditinggalkan oleh para pemuda. 



Setiap individu, terutama kaum muda, semestinya menyadari pentingnya pembudayaan gemar membaca dan gemar belajar. Idealnya kesadaran itu diwujudkan dalam bentuk perilaku nyata sehari-hari di lingkungan masyarakat , melalui kegiatan membaca di perpustakaan, membaca di waktu senggang, dan sejenisnya. Membaca merupakan kegiatan yang memang diperuntukkan kepada siapa saja,tanpa memandang usia, jenis kelamin, status ekonomi ataupun yang lainnya, khususnya bagi kaum muda seharusnya menjadi suatu rutinitas dan selayaknya wajib dilakukan, karena tugas kaum muda adalah belajar. Membaca merupakan bagian dari belajar yang dapat dilakukan kapanpun dan dimanapun berada dan mau untuk melakukannya.  



Harus jujur diakui, kaum muda telah terpengaruh pada budaya-budaya nir-intelektual, yakni ngrumpi tiada arah. Disadari atau tidak, ada yang hilang dari budaya kaum muda. kaum muda sebagai aktor intelektual telah kehilangan identitasnya. Tentu kita paham terkait peraniron stock (cadangan keras) yang disandang mahasiswa. Peraniron stock menegaskan bahwa kaum muda adalah calon-calon pemimpin bangsa yang kelak mengendalikan kepemimpinan di negeri ini. 


Budaya membaca merupakan sesuatu yang berharga dalam mencapai kemajuan penghidupan dan ketinggian budaya seseorang. Untuk melihat apakah seseorang memiliki pengetahuan luas dan peradaban tinggi, sedang, atau primitif, dapat dilihat dari aktifitas literasi (baca-tulis) yang dilakukannya. Semakin tinggi aktifitas membacanya, maka dapat diduga semakin tinggi pula tingkat penguasaan pengetahuannya. Roijakers (1980), salah seorang pakar pendidikan, mengaitkan peranan literasi dengan pengembangan karier sesorang. 


Menurutnya, hanya melalui kegiatan membaca orang dapat mengembangkan diri dalam bidangnya masing-masing secara maksimal serta dapat mengikuti perkembangan baru yang terjadi. Dengan perkataan lain, kedudukan kemahiran membaca pada abad informasi merupakan modal utama bagi siapa saja yang berkehendak meningkatkan kemampuannya.


Kebiasaan membaca adalah ketrampilan yang diperoleh setelah seseorang dilahirkan, bukan ketrampilan bawaan. Oleh karena itu kebiasaan membaca dapat dipupuk, dibina, dan dikembangkan. Bagi negara-negara berkembang, aktivitas membaca pada umumnya adalah untuk memperoleh manfaat langsung. Untuk tujuan akademik membaca adalah untuk memenuhi tuntutan kurikulum sekolah atau Perguruan Tinggi. 


Buku sebagai media transformasi dan penyebarluasan ilmu dapat menembus batas-batas geografis suatu negara, sehingga ilmu pengetahuan dapat dikomunikasikan dan digunakan dengan cepat di berbagai belahan dunia. Semakin banyak membaca buku, semakin bertambah wawasan kita terhadap permasalahan di dunia. Karena itulah buku disebut sebagai jendela dunia. Dalam konteks iniperan keluarga menjadi sangat penting, kedua orangtualah yang pertama-tama harus menumbuhkan kegemaran membaca pada anak-anak mereka. 


Kebiasaan budaya membaca di kalangan masyarakat dalam dunia pendidikan, boleh dikatakan masih sangat jauh dari menggembirakan. Sedikit diantara anak-anak didik, mulai dari jenjang Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi yang gemar membaca. 


Di era globalisasi dengan kemajuan teknologi, kebanyakan orang cenderung mendengar dan berbicara ketimbang melihat diikuti membaca. Di lembaga lembaga pendidikanpun tradisi lisan mendominasi proses belajar mengajar sehingga minat baca dan ingin memiliki buku-buku ilmu pengetahuan bukanlah prioritas utama atau sama sekali tidak difungsikan secara efisien. 


Kenyataan menunjukkan adanya dua alternatif pilihan, yakni ketika orang dihadapkan dengan buku-buku ilmu pengetahuan dan tayangan film menarik, orang akan cenderung melelahkan indra penglihatan (mata) untuk menonton film berjam-jam daripada membaca buku-buku ilmu pengetahuan. (Gur/Drw)

Selasa, 12 November 2019

Tegas, GMNI Probolinggo Minta Semua Pejabat Terus Gunakan Salam Lintas Agama



PROBOLINGGO-DPC GMNI PROBOLINGGO, Himbauan larangan salam lintas agama bagi para pejabat dalam kegiatan resmi oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur terus menuai polemik. Tak sedikit yang rupanya keberatan dan menolak keinginan lembaga para ulama itu.


DPC GMNI Probolinggo menilai, MUI perlu hati-hati sebab persoalan yang berkaitan dengan agama memiliki sisi sensitif yang begitu tinggi. Sementara rakyat Indonesia berdiri karena banyaknya perbedaan.


Kita tahu, terdapat beberapa agama yang diakui di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yakni Agama Islam, Kristen, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu.

Umumnya pejabat negara sebelum berpidato atau mengakhirinya akan mengucap Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Salam sejahtera bagi kita semuanya, Shalom. Om Swastiastu. Namo Buddhaya. Salam Kebajikan.

Padahal Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama atau PBNU Helmy Faishal Zainin mengatakan salam dari berbagai agama yang sering disampaikan para tokoh merupakan budaya yang memperkuat persaudaraan kebangsaan.

Menurut Sekjen PBNU, sebagai salam kebangsaan yang tentu semua para tokoh atau pemimpin bermaksud untuk mempersatukan. Helmy mengatakan tentu salam yang dimaksud para pemimpin itu adalah dalam suatu pertemuan yang diyakini terdapat peserta dari berbagai masyarakat dengan latar belakang agama yang berbeda.

Bahkan, Setelah melakukan kajian ilmiah dalam perspektif fikih Islam, melalui Bahtsul Masa'il, PWNU Jatim pun menyatakan salam lintas agama diperbolehkan. Hasil Bahtsul Masa'il PWNU Jatim ini disampaikan oleh Khatib Syuriah PWNU Jatim KH Syafrudin Syarif.

Dari hasil kajian tersebut, PWNU Jatim mengeluarkan beberapa keputusan, di antaranya menyebutkan bahwa pejabat Muslim dianjurkan mengucapkan salam dengan kalimat Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, atau diikuti dengan ucapan salam nasional seperti selamat pagi, salam sejahtera bagi kita semua dan semisalnya.

Namun demikian dalam kondisi dan situasi tertentu demi menjaga persatuan bangsa dan menghindari perpecahan, pejabat Muslim juga diperbolehkan menambahkan salam lintas agama.

"Kami rasa himbauan MUI Jawa Timur terlalu berlebihan, karena salam lintas agama itu merupakan bentuk toleransi kita antar sesama umat beragama. Dan pelarangan tersebut berlawanan dengan nilai-nilai Pancasila. Walaupun itu hanya bersifat himbauan tapi memicu kontroversi di kalangan masyarakat,"ujar Pelaksana Tugas Ketua DPC GMNI Probolinggo, Riska Dayana,  Rabu (13/11).

Atas hal itu, atas dasar menjaga persatuan dan kesatuan Bangsa pihaknya menolak himbauan MUI Jatim tersebut. Bahkan, meminta para pejabat terus menggaungkan salam lintas agama seperti apa yang disampaikan Walikota Surabaya Tri Rismaharini dan Bupati Lumajang Thoriqul Haq.

"Saya mengapresiasi kedua kepala daerah tersebut yang masih tetap ingin menggunakan salam lintas agama. Pejabat itu milik rakyat dimana rakyat Indonesia memiliki keberagaman yang semuanya memiliki kedudukan yang sama untuk dilindungi,"tandasnya.

Secara tegas DPC GMNI Probolinggo meminta MUI Jatim batalkan pelarangan tersebut dan tidak dijadikan sebuah fatwa. Apalagi Presiden Joko Widodo dalam setiap agenda kenegaraan terbiasa mengucap salam tersebut sebagai wujud merangkul semua kalangan.

Sementara itu, pengurus DPC GMNI Probolinggo Dewi Fitriani juga menilai langkah MUI Jatim tersebut dinilai berlebihan. Baginya MUI gampang sekali  untuk mengeluarkan fatwa sesat serta haram.

Padahal seperti kita semua pahami mereka ini hanya sebuah lembaga independen untuk mengayomi umat islam di Indonesia. Tujuannya yakni membantu Pemerintah melakukan hal-hal yang menyangkut kemaslahatan umat. 

Namun lebel haram dan halal harusnya tak melulu digodok agar tak menimbulkan keresahan di masyarakat. Dengan alasan aqidah kita akan berkurang jika mengucapkan salam tersebut, dan Allah akan murka jika itu dilakukan. 

"Bukankah sedari dulu banyak pejabat publik yang sudah melakukan nya? Mengapa baru dipermasalahkan sekarang? Lagipula sebagai bentuk akukturasi budaya untuk memperkuat ukhuwah wathoniyyah atau persaudaraan kebangsaan, saya rasa itu hal yang sah-sah saja untuk dilakukan,"tegasnya.

Ia menegaskan, salam itu sah-sah saja  bila diucapkan di negara majemuk, karena Negara Kesatuan Republik Indonesia  terdiri multietnis, multikultural yang harus disatukan dalam kaitannya menjaga kerukunan dan merajut kebhinekaan. (Ris/Dew/Drw)

Minggu, 10 November 2019

Kenapa Harus PNS

Kenapa Harus PNS
(By  : Bung Rosid) 



PNS ( Pegawai Negeri Sipil ) mungkin ini salah satu pekerjaan yang banyak di inginkan oleh orang tua kita tentunya mereka tidak ingin kita hidup melarat bagaimana tidak, Mendapat tunjangan pensiun, tunjangan kinerja, serta fasilitas kesehatan yang diberikan negara menjadikan banyak orang bersemangat menjadi pegawai negara sipil ( PNS).


Namun, menjadi PNS tidak semudah membalikkan telapak tangan. Setelah melalui berbagai seleksi yang ketat dari pemerintah, seorang PNS diharapkan menjadi seorang abdi negara yang mempunyai integritas, cerdas serta berkomitmen pada penugasannya. Pekerjaan abdi pemerintah sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Mereka adalah kalangan bumiputra yang dipekerjakan oleh Belanda untuk membantu segala aktivitas pemerintahan kolonial. Pekerjaan itu baik administrasi, ataupun pekerjaan kelas bawah. Intinya, mereka yang dipekerjakan oleh kolonial berstatus sebagai pegawai kelas bawah yang sebelumnya harus mendapat kepercayaan dari pihak kolonial. Ketika pendudukan Jepang, pegawai yang sebelumnya dipekerjakan oleh Belanda otomatis langsung terintergrasi di bawah pendudukan Jepang.



Hal ini senada ketika Indonesia merdeka, pegawai yang berada di bawah pemerintahan Jepang langsung berada di bawah Pemerintah Republik Indonesia. Mereka ini yang nantinya akan terhimpun dalam satu wadah khusus. Korpri sebagai wadah Ketika rezim Orde Baru mulai berkuasa, Soeharto mulai menata pemerintahan yang ada. Tak luput dari pantauannya adalah mengenai pembentukan sebuah wadah untuk menghimpun pegawai Republik Indonesia.


Ketika saya awal masuk kuliah pertama mengambil jurusan pertanian di salah satu universitas ternama di probolinggo yaitu Universitas kebanggan mahasiswa lokal probolinggo namanya Universitas Panca Marga karena dari universitas inilah banyak terbentuk kaula muda Probolinggo yang nantinya akan menjadi ujung tombak mengabdikan ilmu dan keterampilanya di desa – desa sekitar Probolinggo.


Tetapi beda pendapat dengan kehendak orang tua bahwa saya diharuskan masuk ke Fakultas Keguruan Dan lmu Pendidikan (FKIP) jadi saya putuskan masuk di jurusan ini selain juga orang tua menghendaki pas juga saya suka pelajaran PKN (pendidikan Kewarganegaraan) , saya masih ingat pada waktu itu duduk di ruang tamu bersama ibu bapak sedikit celetupan kamu jadi seorang guru ya biar nanti jadi Pegawai Negeri Sipil ucap bapak kesaya, tetapi pada waktu itu saya tidak jawab iya ataupun tidak diam saja.siapa yang tidak ingin jadi seorang PNS pada waktu itu karena di lingkungan mereka pekerjaan ini adalah pekerjaan yang mewah dan bergengsi .


PNS menurut saya adalah pekerjaan yang sangat berat dimana mereka bekerja dengan disiplin tinggi menjadi abdi negara karena mereka mengemban tanggung jawab besar terhadap negara ini, jadi kemungkinan besar saya tidak mampu mengemban amanat dan tanggung jawab itu. Hanya orang – orang terpilih yang akan lolos dan bisa mengemban amanat itu.

Bagi saya mengabdi dan berjiwa nasionalis tidak harus jadi PNS, tentunya tidak mengurangi rasa hormat saya kepada abdi negara ini bila di suruh memilih 10 pekerjaan profesional mungkin Pegawai Negeri sipil lah yang saya pilih nomer 10 terakhi,r PNS adalah cita –cita masa Orde Baru dan cita – cita anak tahun 70an, tetapi di era milineal sudah banyak pekerjaan yang lain tidak harus PNS.

Pesan saya bagi kaum muda kenepa tidak harus ngebet jadi PNS 1. Kemungkinan diterima sangat kecil 2. Proses penerimaan sarat politik 3.Rawan dimanfaatkan diri sendiri 4.lahan basah korupsi 5. Sulit untuk memprotes dan mengawal kebijakan pemerintah.

Minggu, 27 Oktober 2019

Gelar KTD, GMNI Probolinggo Siapkan Kader Cegah Radikalisme Masuk Kampus

Gelar KTD, GMNI Probolinggo Siapkan Kader Cegah Radikalisme Masuk Kampus


PROBOLINGGO-DPC GMNI PROBOLINGGO, Proses kaderisasi merupakan tombak sebuah organisasi untuk mewujudkan militansi kadernya. Melalui Kaderisasi Tingkat Dasar (KTD), DPC GMNI Probolinggo tekankan aktualisasi ajaran Marhaenisme dalam segala sendi kehidupan.

KTD tersebut dilaksanakan pada Jumat sampai Minggu (25-27/10) di Agrowisata Universitas Panca Marga Desa Sumberbendo Kecamatan Sumberasih Kabupaten Probolinggo.


Diikuti puluhan anggota, KTD selama tiga hari itu bertemakan "Aktualisasi Marhaenisme Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara". Tak hanya anggota dari mahasiswa Probolinggo, delegasi dari Malang pun juga ikuti KTD.


Menurut salah satu anggota DPC GMNI Probolinggo Riska Dayana, KTD kali ini menekankan implementasi ajaran Marhaenisme dalam semua sendi kehidupan. Marhaenisme merupakan salah satu jalan bagi Soekarno untuk mencapai Sosialisme Indonesia.


"Dengan KTD kali ini, para kader diharapkan lebih siap dalam pengimplementasian ajaran Marhaenisme. Banyak tantangan yang harus dihadapi, persoalan radikalisme juga yang mulai menyasar perguruan tinggi,"jelasnya Minggu (27/10) saat menggelar penutupan KTD.


Baginya , KTD adalah Kewajiban yang Harus dilaksanakan GMNI sesuai AD/ART. Ia juga menegaskan pengusungan Tema Kaderisasi Tingkat Dasar (KTD) merupakan penegasan Kader sebagai ujung tombak perjuangan.



Sementara itu , Ketua PA GMNI Probolinggo Sukardi Mitho menekankan para kader yang baru di KTD lebih siap dalam menjawab tantangan jaman. Tidak hanya bahaya radikalisme, namun diera tekonologi ancaman radikalisme justru semakin nyata.


"Kita tahu semakin canggih teknologi semakin besar peluang bagi siapapun terpapar radikalisme atau apapun ajaran-ajaran yang berupaya mengancam keberadaan Pancasila sebagai ideologi,"jelasnya.


Oleh karena itu, melalui KTD ini ia berpesan bagi mahasiswa yang sudah punya bekal menjadi agen proteksi terhadap ancaman tersebut khususnya ditingkat perguruan tinggi didaaerah seperti Probolinggo.


Bahkan secara khusus Kapolres Probolinggo Kota AKBP Ambariyadi Wijaya mengucapkan apresiasi atas terselenggaranya KTD oleh DPC GMNI Probolinggo.


"Mahasiswa sebagai asset bangsa, diharap memberi partisipasi dalam membangun bangsa. Selamat dan sukses atas diselenggarakannya KTD GMNI Probolinggo,"ucapnya dalam video vlognya.


Dalam kesempatan tersebut, Civitas akademika Universitas Panca Marga juga turut hadir diantaranya Dr. Totok Sugiharto dan Bachtiar yang merupakan alumni GMNI. Termasuk Ketua DPD GMNI Jatim Nabrisi Rohid beserta anggota.(Drw/Drw)

Senin, 21 Oktober 2019

KEIKHLASAN AIR (Catatan sebuah perjalanan hati)

KEIKHLASAN AIR
(Catatan sebuah perjalanan hati)
Oleh: Sukardi Mitho



Berceritalah suatu hari, seorang kakek tua kepada cucunya; "Nak, coba lihat, apa yang membuat gedung di seberang jalan itu terlihat kuat dan megah?"

Sang cucupun menjawab dengan mantap. "Bahan-bahan bangunannya bagus dan pilihan, kek. Batunya, batu gunung, pasirnya bagus, semennya banyak dan berkualitas, catnya import, perancang gedungnya berpengalaman dan asesoris-asesoris gedungnya semua dari luar negeri"

Lalu sambil tersenyum sang kakek mulai bercerita panjang. Sambil sesekali matanya menatap tajam gendung indah yang menjulang tinggi dan menjadi kebanggaan warga kota itu.

"Nak, yang kamu katakan itu semuanya adalah benar. Tetapi kamu lupa bahwa masih ada satu hal yang menjadikan gedung itu berdiri megah yang tidak kamu sebutkan. Yaitu, AIR. Tanpa air, gedung megah itu tak bisa diberdiri megah,"

 Namun air tak merasa perlu menampakkan diri dalam struktur bangunan gedung megah itu. Lain halnya dengan batu, pasir, semen, cat atau lainnya yang menampakkan diri dalam struktur bangunan gedung.

 Sehingga banyak orang memujinya. Dan air merelakan dirinya tak nampak dalam kemegahan gedung. Air merelakan dirinya hanya mengantarkan batu, pasir, semen, cat dan lainnya untuk bersatu menjadi struktur bangunan megah yang kemudian mendapatkan puja puji banyak orang.

"Nak, itulah air. Ia ikhlas dan tak perlu pujian. Bahkan saat hujan turun dari langit dan airnya menempel didinding gedungpun maka sang pemilik dengan cepat mengelapnya. Atau bahkan saat air menggenang disekitar gedung maka sang pemilik rela mengeluarkan banyak uang untuk menyedot dan membuang air itu diselokan,"

Padahal mungkin air sekedar ingin singgah sebentar untuk melampiaskan rasa kangennya pada batu, pasir, semen, cat yang telah mendapatkan pujian banyak orang itu. Dan itulah keikhlasan air yang mengajarkan kita tentang makna kehidupan.

Lalu, cepat-cepat sang kakek menyeka peluh keringat di keningnya yang mulai keriput karena panas matahari.

Sang cucu terdiam bisu. Hatinya berkecamuk beragam perasaan yang ia sendiri tak sepenuhnya paham. Lalu digandenglah tangan sang kakek untuk kemudian diajaknya kembali meneruskan perjalanan.

Probolinggo, 22 Oktober 2019

Selasa, 08 Oktober 2019

Perlawanan


Perlawanan

By : Yasinta Rizki Permatasari


Jalan-jalan dipenuh keramaian
Segala sumpah dituntut dengan demo besaran
Pada tiap serapah, tak mau wakil mengalah
Jabatan dan kekerasan beradu pukulan!

Alih-alih bahasa memadati stasiun televisi
Korban ditayangkan hanya alat pemerintahan
Selebihnya? yang hilang tanpa berita atau mati ditengah amukan para penguasa

O, yang berkuasa punya takhta!
Buat sengsara pada aturan tak bermakna

Pedagang di ujung gang bersitegang
Menjemput mimpi untuk menghidupi anak bini

Teriak dikit dianggap provokasi
Asap mengibar lucuti merah putih nan pudar

Massa tak berhenti menghadang hipokrisi
Punya jabatan, tentu tak mempan pada aturan
Rakyat kecil? Semakin dibuat tersedu-sedan
Tak heran kemiskinan semakin dibiarkan

Biar kami berdiri di sini
Tak ada lagi hal yang menghalangi
Kami: rakyat Indonesia menentang!
Pada kehancuran segera mendatang!



Sabtu, 28 September 2019

Ciptakan Kader Nasionalis, GMNI Probolinggo Gelar PPAB

Ciptakan Kader Nasionalis, GMNI Probolinggo Gelar PPAB



Probolinggo-Awal penerimaan mahasiswa baru, menjadi momentum Dewan Pimpinan Cabang  Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPC GMNI) Probolinggo mengadakan Pekan Penerimaan Anggota Baru (PPAB).


PPAB yang dilaksanakan di aula KPU pada Sabtu (28/9) itu, merupakan ajang pembelajaran khususnya bagi mahasiswa baru untuk mengolah pemikiran dan dialektika mereka sebagai 'agent of change'.

Diikuti puluhan mahasiswa dari Universitas Panca Marga Probolinggo, sejumlah pemateri  disajikan diantaranya Totok Sugiarto dan Eko Y.Y selaku dosen di Universitas Panca Marga serta Komisioner KPU yakni Muhammad Derajat.

"Setiap organisasi memiliki tujuan yang mulia, begitupun GMNI. GMNI adalah organisasi nasionalis dimana kita diajarkan bagaimana cara menghormati dan menghargai seluruh saudara kita tanpa mamandang suku, agama, ras, dan antar golongan". Ujar Anggota DPC GMNIProbolinggo Sarinah Riska, Sabtu (28/09).



Proses PPAB dimulai dengan penjelasan mengenasi materi-materi dasar tentang Nasionalisme, Marhaenisme, hingga keorganisasian di GMNI itu sendiri. Disamping itu, diceritakan beberapa pengalaman ber-GMNI dari pemateri masing-masing sehingga dapat memunculkan minat mahasiswa untuk belajar dan berproses di GMNI.

Ketua Pelaksana Panitia Bung Joko mengatakan bahwa PPAB ini merupakan awal mahasiswa baru dalam mengasah pemikiran sebelum pada akhirnya belajar di kelas.

"Karena dosen hanya memberi 30% materi saja, selebihnya harus belajar sendiri. Nah, di GMNI-lah kita dapat belajar bersama dan peduli terhadap dunia sosial di sekitar kita"jelasnya.

Ia berharap dengan PPAB ini, para mahasiswa mulai sadar akan cinta bangsa dan negara serta menanamkan jiwa nasionalisme di benak mereka sebagai pedoman sebagai masyarakat yang hidup di negara Pluralisme ini. (Des/Den)

Kamis, 26 September 2019

GMNI Probolinggo Pinta Batalkan RUKUHP dan Keluarkan PERPPU UU KPK

GMNI Probolinggo Pinta Batalkan RUKUHP dan Keluarkan PERPPU UU KPK 


PROBOLINGGO-Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI membahas lebih lanjut revisi Undang-Undang (UU) Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) yang kontroversial itu memicu protes keras dari berbagai elemen masyarakat termasuk di Probolinggo. 

Gelombang aksi massa terus berdatangan, tak terkecuali Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia(GMNI) Probolinggo bersama sejumlah organisasi kepemudaan lainnya seperti IMM, HMI maupun BEM se-Probolinggo pada Kamis (26/9) kemarin. 

Bagi GMNI, peraturan tersebut mengindikasikan sikap wakil rakyat yang menunjukkan ketidak berpihakan pada kedaulatan rakyat. Produk hukum yang dibuat seolah mengebiri reformasi. 

Bagi GMNI ada beberapa pasal kontroversial yang tidak hanya ditunda, namun perlu dibatalkan. Pasal tersebut diantaranya : 

Pasal Penghinaan Presiden
Pasal 218 ayat 1 yang berbunyi "Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV. Bagi kami pasal ini sangat mencederai demokrasi akibat pembatasan menyampaikan aspirasi khususnya  kritik pada Presiden.

Pasal Pidana untuk Seluruh Persetubuhan di Luar Nikah
RUU KUHP meluaskan makna zina. Pasal 417 ayat 1 yang berbunyi:"Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda Kategori II". Hal ini menimbulkan  persepsi  Negara sudah terlalu Over dan kurang kerjaan mengurusi wilayah privat rakyatnya.

Pasal Kecerobohan Memelihara Hewan
Pasal 340 RKUHP yang berbunyi : "Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori II (denda maksimal Rp 10 juta-red), setiap orang yang tidak mencegah hewan yang ada dalam penjagaannya yang menyerang orang atau hewan". 

Bahkan pemilik hewan dipidana 6 bulan penjara bilamana :
1. menghasut hewan sehingga membahayakan orang.
2. menghasut hewan yang sedang ditunggangi atau hewan yang sedang menarik kereta atau gerobak atau yang dibebani barang.
3. tidak menjaga secara patut hewan buas yang ada dalam penjagaannya, atau
4. memelihara hewan buas yang berbahaya tidak melaporkan kepada Pejabat yang berwenang.



Tak hanya soal revisi perubahan UU KUHP, GMNI  juga meminta agar revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibatalkan. Tak jauh berbeda dengan KUHP, revisi UU KPK dianggap sebagian besar mahasiswa sarat kepentingan dan justru akan melemahkan lembaga anti rasuah tersebut. Adapun rinciannya : 


KPK Tidak Lagi Lembaga Negara Independen
Pasal 1 ayat (3), Pasal 3 UU KPK: Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang melaksanakan tugas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi sesuai dengan undang-undang ini.

Pembentukan Dewan Pengawas
Pasal 21 ayat (1) huruf a, Pasal 37 A UU KPK: Komisi Pemberantasan Korupsi terdiri atas a) Dewan Pengawas yang berjumlah 5 (lima) orang; Dalam rangka mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf a.

Kaum Muda Tidak Bisa Menjadi Pimpinan KPK
Pasal 29 huruf e: Untuk dapat diangkat sebagai Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi harus memenuhi persyaratan berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan.

Pegawai KPK Akan Berstatus Sebagai Aparatur Sipil Negara
Pasal 1 angka 6, Pasal 24 ayat (2): Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi adalah aparatur sipil negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai aparatur sipil negara.

"Kami atas GMNI Probolinggo meminta pihak terkait dalam hal ini DPRD Kabupaten dan Kota Probolinggo untuk menindaklanjuti saran beberapa diatas. Tak hanya itu, DPRD perlu mengambil sikap dan merekomendasikan pada DPRD Provinsi Jatim beberapa pasal tersebut yang dianggap kontroversial,"ucap perwakilan DPC GMNI Probolinggo Riska Dayana di Kantor DPRD Kabupaten Probolinggo.  

Oleh karena itu, GMNI meminta Presiden RI untuk menerbitkan  Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) tentang pencabutan UU KPK yang sudah di sahkan oleh DPR RI . GMNI menilai peraturan itu tergesa-gesa dan dinilai melemahkan kinerja dan posisi KPK dalam upaya penguatan hukum khususnya pemberantasan korupsi. 

"Presiden segera mengeluarkan sikap PERPPU misalnya. Hal ini agar kepercayaan rakyat terhadap pemerintah tidak semakin turun. Saya harap ini menjadi perhatian Presiden Joko Widodo,"tambahnya (Ris/Den)

Kamis, 19 September 2019

Hidroponik Tanaman Sawi, Upaya Pencegahan Stunting di Kabupaten Probolinggo

Hidroponik Tanaman Sawi, Upaya Pencegahan Stunting di Kabupaten Probolinggo
Oleh : Yasinta Rizki Permatasari

Stunting adalah permasalahan gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam rentang yang cukup waktu lama. Umumnya hal itu disebabkan oleh asupan makan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Permasalahan stunting terjadi mulai dari dalam kandungan dan baru akan terlihat ketika anak sudah menginjak usia dua tahun. Keadaan gizi yang baik dan sehat pada masa balita (umur bawah lima tahun) merupakan fondasi penting bagi kesehatannya di masa depan.

Masalah stunting dipengaruhi oleh rendahnya akses terhadap makanan dari segi jumlah dan kualitas gizi, serta seringkali tidak beragam. Selanjutnya, dipengaruhi juga oleh pola asuh yang kurang baik terutama pada aspek perilaku, terutama pada praktek pemberian makan bagi bayi dan balita. Dalam pemenuhan gizi diperlukan sayuran yang memiliki mutu dan kualitas yang optimal. Dan salah satu solusi untuk menghasilkan sayuran yang berkualitas dengan teknik penanaman secara hidroponik.

Hidroponik merupakan metode bercocok tanam dengan menggunakan media tanam selain tanah, seperti batu apung, kerikil, pasir, sabut kelapa, potongan kayu atau busa. Hal tersebut dilakukan karena fungsi tanah sebagai pendukung akar tanaman dan perantara larutan nutrisi dapat digantikan dengan mengalirkan atau menambah nutrisi, air dan oksigen melalui media tersebut. Sehigga teknik hidroponik ini kita pilih sebagai salah satu teknik penanaman sayuran yang dapat menghasilkan mutu dan kualitas gizi yang lebih optimal.

Desa Pikatan Kecamatan Gending Kabupaten Probolinggo merupakan salah satu desa yang berpotensi anak-anak stunting. Tercatat ada 12 anak diduga stunting dan 6 ibu hamil yang beresiko. Beberapa contoh sayuran ni bisa diterapkan dalam penanaman secara hidroponik diantaranya sawi, seledri, selada. Sayuran yang dominan ditanam di Desa Pikatan merupakan tanaman sawi.

Tanaman sawi merupakan tanaman sayuran yang memiliki nilai gizi tinggi yang mampu dijadikan sebagai salah satu upaya pencegah stunting. Disisi lain sayuran sawi cenderung mudah untuk diolah menjadi berbagai macam olahan. Sawi memiliki kandungan yang kaya vitamin A, C, dan K yang penting menjaga fungsi tubuh.

Dilihat dari sumber daya alam yang ada di Desa Pikatan Kecamatan Gending memiliki sumber daya yang cukup baik, namun pada pemanfaatannya mereka masih belum bisa memanfaatkan sumber daya alam yang ada secara optimal terutama dalam memenuhi kebutuhan gizi anak. Selain itu, anggapan masyarakat mengenai tinggi badan anak merupakan faktor keturunan dari kedua orang tuanya. Namun, pemikiran yang salah tersebut masih belum ada sentuhan dari pihak yang berwenang. Sehingga masyarakat kurang berinisiatif untuk mencegah stunting.

Menurut hasil observasi di Desa Pikatan bahwa sistem hidroponik merupakan teknik yang sesuai dengan kondisi lokal masyarakat, karena sistem ini tidak memerlukan lahan yang luas dan mudah diaplikasikan, sehingga semua keluarga dapat menerapkan budidaya hidroponik terutama bagi kalangan ibu rumah tangga sebagai penunjang kegiatan sehari-hari dan yang terpenting dapat meminimalisir pengeluaran perekonomian keluarga.

Adapun keuntungan sistem hidroponik yang terdiri dari :
1. Keberhasilan tanaman untuk tumbuh dan berproduksi lebih terjamin.
2. Perawatan lebih praktis dan gangguan hama lebih terkontrol.
3. Pemakaian pupuk lebih hemat (efisien).
4. Tanaman yang mati lebihmudah diganti dengan tanaman yang baru.
5. Tidak membutuhkan banyak tenaga karena metode kerja lebih hemat dan memiliki standarisasi.
6. Tanaman dapat tumbuh lebih pesat dan dengan keadaan yang tidak kotor dan rusak.
7. Hasil produksi lebih berkelanjutan dan lebih tinggi dibanding dengan penanama ditanah.
8. Harga jual hidroponik lebih tinggi dari produk non-hidroponik.

Inisiatif yang dapat dikembangkan yaitu dengan meningkatkan pola hidup sehat mengkonsumsi sayuran yang salah satunya adalah tanaman sawi, sehingga kebutuhan gizi dapat terpenuhi sebagai upaya pecegahan isu stunting di Desa Pikatan. (Den)

Selasa, 10 September 2019

Selamat dan Sukses kepada Kapolres Probolinggo Kota


Selamat dan Sukses kepada  Kapolres Probolinggo Kota Bapak AKBP. Alfian Nurrizal , S.H., S.IK,M.Hum di tempat yang baru dan terimakasih atas dedikasi terbaik di Kota Probolinggo

Kamis, 22 Agustus 2019

ANGGOTA DPRD HARUS BERANI CEGAH ABSOLUTISME KEKUASAAN

ANGGOTA DPRD HARUS BERANI CEGAH ABSOLUTISME KEKUASAAN
Oleh: Sukardi Mitho



Siapa mengira bahwa Jerman yang terkenal sebagai salah satu bangsa yang pandai, beradab, berbudaya tinggi, negeri teladan yang bersih, necis, teratur dan termasyur sebagai one on of themost civilized country of the world, pada jaman Nazi tega melakukan kekejaman luar biasa biadab berupa pembantaian terhadap 6 juta orang Ibrani. Menukil pendapat Zygmunt Baumann dalam Modernity and the Holocaust, Mangunwijaya dalam saya ingin membayar utang kepada rakyat mengatakan bahwa para algojo Nazi itu bukanlah orang-orang berjenis criminal melainkan manusia-manusia berbudi pekerti normal, penyayang setia istri dan ayah yang baik. 

Kekejaman yang serba mengerikan itu dlakukan bukan karena ada psikopat Hitler, atau karena ada bandit-bandit yang kebetulan memegang kuasa , melainkan karena system rasionalitas. Negara dan masyarakat modern yang berdogma dan percaya pada rekayasa masyarakat dan Negara yang sisitemik serba dirancang, di program bahkan dimanipulasi dicetak paksa secara sentral sehingga seragam, satu komando, satu arah, satu ideologi dan satu sentrum.

Siapa pula yang mengira bahwa Indonesia yang disanjung (atau menyanjung diri) sebagai bangsa yang mewarisi budaya adiluhung, menjunjung tinggi nilai-nilai ketimuran yang digambarkan sebagai kehalusan budi, keramahan sikap, sopan-santun, toleransi, tepa-selira, botong-royong, dan bernafaskan regiolitas, toh tetap juga memeiliki rekam jejak kelam yakni tega melakukan kekejaman yang sama sehingga penembakan terhadap para aktivis yang memperjuangkan suara berbeda dengan kekuasaan merupakan tindakan yang legal demi bangsa dan Negara.

Sehingga penculikan, penganiayaan dan penghilangan nyawa orang yang menuntut keadilan merupakan pilihan strategis demi nama baik kekuasaan, sehingga pembunuh-pembunuh para Marsinah dan Udin tetap tak terhukum dan bebas berkeliaran, sehingga pembakaran dan perkosaan masal berbau SARA menjadi laupan magma yg tak terbendung dan yang paling tak masuk akal, tidak rasional serta berkebalikan dengan nilai-nilai moral-kemanusiaan adalah merebaknya tindakan salaing membunuh antar manusia yang berbeda teknis dan agama yang (katanya) suci. Semua ini penyebabnya tidak berbeda dengan penyebab pembantaian orang ibrani, yakni system negara dan masyarakat yang percaya kepada serba manipulasi cetak-paksa secara sentral, penyeragaman, penyatuan comando, penyatuan arah, penyatuan ideology dan penyatuan sentrum.

 Semua yang berjenis sentralisme di mana benar-salah, baik-buruk, pantas-tak pantas, keutamaan-kejahatan, boleh-tidak boleh, dan adil-tidak adil serba ditentukan oleh satu kekuasaan yang berada di pusat sentrum, selalu dan dimana-mana akan disebut sebagai absolutism. Yang mengerikan dan selalu saja mengancam kehidupan adalah bahwa absolutism itu memiliki anak tunggal yang disebut kekerasan. Oleh karenanya, apapun dan siapapun yang melakukan melakukan perkawinan dengan absolutism akan melahirkan kekerasan dalam bentuk apapun.

 Mengapa begitu? Karena absolutism tidak pernah mengakui adanya ruang bagi yang berbeda. Akhirnya, kehidupan bersama yang senyatanya tidak satu melainkan plural, banyak, dan berbeda-beda akan terancam apabila telah terjadi poligami antara absolutism, politik dan agama, karena dalam perjumbuhan ketiga hal inilah kekerasan dalam segala bentuknya akan mendapatkan pengesahan sebagai sebuah kesucian yang dipuja.

Lalu, apabila ditarik dalam konteks kekuasaan di daerah maka anggota dewan (DPRD) memiliki peran sentral untuk tidak menjadikan kekuasaan tersentral pada pusat kekuasaan yakni kepala daerah. Dewan harus mampu mendorong bahkan menginisiasi terciptanya ruang – ruang publik yang dapat digunakan untuk ruang diskusi / dialog bagi rakyat. Melalui ruang – ruang dialog tersebut akan menumbuhkan proses demokrasi sehingga menjauhkan politik sentralistik. Manakala itu dilakukan maka kehidupan berpolitik di kota / kabupaten Probolinggo dapat berjalan dengan demokratis dan berdampak pada kegiatan pembangunan yang didukung oleh banyak kekuatan rakyat. (Den)

Semoga!

Selasa, 20 Agustus 2019

GMNI Probolinggo Kecam Aksi 'Diksriminasi' Terhadap Warga Papua

GMNI Probolinggo Kecam Aksi 'Diksriminasi' Terhadap Warga Papua





DPC GMNI PROBOLINGGO- Belakangan ini media digencarkan dengan adanya tindakan rasis yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat terhadap mahasiswa Papua di Surabaya pada hari Sabtu (17/8) lalu.


Insiden tersebut menuai banyak kecaman dari sejumlah elemen organisasi kepemudaan termasuk Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) cabang Probolinggo. GMNI yang notabene organisasi berbasis nasionalis , sangat mengecam dan menyayangkan adanya tindakan diskriminasi terhadap sejumlah mahasiswa asal Papua tersebut.


Atas nama GmnI Probolinggo, salah satu kader Riska Dayana mengaku sangat kecewa atas insiden tersebut. " Sangat disayangkan sekali apabila ada Warga Negara Indonesia yang melakukan tindakan diskriminasi terhadap saudaranya sendiri. Papua merupakan wilayah NKRI, sudah seharusnya kita harus saling menjunjung tinggi toleransi."ucapnya.


Pihaknya atas nama DPC GMNI Probolinggo, menghimbau kepada seluruh masyarakat terutama di wilayah Probolinggo untuk menjaga keutuhan NKRI dengan saling menghargai satu sama lain serta menjunjung tinggi nilai  persatuan dan kemanusiaan.


Selain itu Riska juga menambahkan agar masyarakat harus bijak dalam menggunakan media sosial. Jangan sampai mudah terprovokasi oleh akun-akun yang menyebarkan video atau tulisan hoax.


" Masyarakat harus bijak dalam menggunakan media sosial. Karena di jaman yang serba modern ini, kita sangat sulit untuk memilah mana yang berita bohong dan mana yang fakta sehingga masyarakat yang awam terhadap media sosial dapat dengan mudahnya terprovokasi,"ujarnya yang juga Ketua Bidang Sarinah ini.

Pihaknya menghimbau kepada masyarakat untuk tidak menyebarkan berita yang belum terbukti kebenarannya, agar tidak terjadi kesalahpahaman yang dapat merusak NKRI.


GMNI Probolinggo berharap insiden yang terjadi di Surabaya maupun Malang tidak terulang kembali demi menjaga keutuhan NKRI. Pada pihak-pihak terkait baik Pemerintah Daerah setempat  dan TNI/Polri untuk menjamin keamanan dan kenyamanan waega Papua di baik kota maupun kabupaten Probolinggo. (Ris/Den)

Senin, 12 Agustus 2019

"Nelangsa Sengsara"

"Nelangsa Sengsara"
Oleh : Teras Lantai Dua


Terkesampingkan kesetaraan--kesejahteraan
yang ada hanyalah kebinasaan
desah keresahan berserakan
tertampak jelas indah penderitaan

Sekolah dimahalkan
kebodohan bukan lagi kejutan
pengangguran--kemiskinan adalah kenyataan
kejahatan terjadi, tidak pantas dipertanyakan

Sedu sedan pertanian
penghapusan lahan demi pembangunan
iming-iming kemakmuran
yang ada hanya kehancuran--mata pencarian

Liar penebangan pohon pada hutan
silih bergantian tanpa penanganan
air bandang datang menakutkan
lantas, siapa yang mau disalahkan?

Retorika dilantunkan
berkoar meminta keadilan--bersamaan
di depan gedung pemerintahan
yang diajukan untuk sang dewan

Kesejahteraan hanya kehampaan
jeritan penderitaan pasti didapatkan
kuserahkan semua ini pada Tuhan
agar tercabut semua kutukan kesenjangan (Yas)

Minggu, 11 Agustus 2019

Perlukah Hiburan Malam Ditutup??? Ini Sikap GMNI Probolinggo

Perlukah Hiburan Malam Ditutup??? Ini Sikap GMNI Probolinggo



DPC GMNI PROBOLINGGO-Hampir sebulan polemik tentang tempat karaoke yakni Pop City dan 888 di Kota Probolinggo menjadi perbincangan hangat masyarakat. Ormas Islam dan Organisasi Kepemudaan memberikan berbagai dukungan pada Walikota untuk tidak memperpanjang izin operasional kedua tempat karaoke tersebut.


Perlu diketahui,  Dewan Pimpinan Cabang Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPC GMNI) tidak lantas reaksioner menyikapi tersebut. Pasalnya soal menutup atau tidak hal tersebut adalah persoalan teknis.


Namun yang tak kalah pentingnya  adalah bagaimana sebuah kebijakan dirasa mengakomodir semua pihak. Baik Pemkot sendiri, masyarakat dan pengusaha.


DPC GMNI Probolinggo paham bahwa persoalan ini sudah lama menjadi perbincangan masyarakat sejak 2006 silam. Sejak adanya hiburan malam seperti Vegas ,Dinasti, Marknauff , Ayang yang kemudian berujung penutupan.


"Tidak diperpanjangnya atau penutupan hiburan malam tidak sekedar keinginan Pemkot semata, namun juga masyarakat Kota Probolinggo. Berbagai pertimbangan pun diperhatikan sebagai referensi untuk penutupan," ucap Ketua Bidang Sarinah DPC GMNI Probolinggo Riska Dayana.


Tidak sekedar degradasi moral , kemaksiatan, soal ekonomi yang dirasa tak begitu berdampak signifikan bagi Kota Probolinggo, namun ada hal -hal lain yang tak kalah penting perlu diperhatikan.


"GMNI sadar bahwa sejatinya yang dilakukan Pemkot Probolinggo adalah niat yang baik sebagai wujud proteksi atau perlindungan terhadap dampak-dampak khususnya dampak sosial yang ada. Namun, sudah barang tentu niat baik juga dilakukan dengan cara yang baik dan benar sesuai aturan hukum,"tambah Riska.


Atas niatan yang dibangun Pemkot Probolinggo tersebut, DPC GMNI Probolinggo memberikan support dan dukungan moril atas langkah Walikota Hadi Zainal Abidin dengan catatan diantaranya :


Kendati diatur dalam Peraturan Daerah kota Probolinggo Nomor 9 Tahun 2015 tentang izin hiburan. Dan disusul UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, memberikan wewenang pada Walikota  yang disebut ‘Diskresi’ini tetap perlu ada cantolan hukum yang kuat agar tidak ada persoalan hukum dikemudian hari. Saran kami, perlu ada Keputusan Walikota yang mengacu pada Perda diatas dengan hal-hal yang lebih rinci mengatur teknis hiburan , pengawasan , larangan dan sanksi.


Mengingat masa izin yang sudah habis, pihak management karaoke keluarga telah melakukan perpanjangan sebulan sebelum habis masa izinnya sesuai dengan Peraturan Daerah kota Probolinggo Nomor 9 Tahun 2015 tentang izin hiburan. Maka dari itu  Pemerintah Kota Probolinggo perlu menjelaskan pada pihak management agar mereka memahami bahwa Walikota punya kewenangan penuh yang disebut diskresi tersebut.


"Sikap dukungan, usulan dan saran DPC GMNI Probolinggo akan kami buatkan secara rinci dalam surat resmi yang besok akan kami kirim tertuju pada Walikota Probolinggo,"tutup Riska.


Sementara itu, Sukardi Mitho yang juga Ketua Persatuan Alumni GMNI Probolinggo menyebut tidak diperpanjangnya izin tempat karaoke dinilai upaya yang benar. Sejak 2006 silam, tempat-tempat tersebut berpotensi munculnya persoalan sosial di masyarakat.


"Sekalipun belum ada penelitian secara keilmuan, kami memiliki data riil terkait banyaknya masalah sosial (keluarga) yang berantakan karena adanya tempat hiburan tersebut. Tidak hanya menimpa pasangan suami istri, anak-anak keluarganya juga sampai terpisah dari keluarga,"tegas Sukardi.


Lanjutnya, masih banyak tempat hiburan yang tidak berdampak sosial yang buruk. Misalnya taman-taman kota yang memang perlu menjadi ruang nyaman bagi masyarakat Kota Probolinggo.


"Justru bagi kami, kebijakan ini menjadi momentum untuk seluruh pemangku kepentingan duduk bareng dalam satu meja membahas pembangunan kota, secara gotong royong,"tandasnya. (Cit/Den)

Selasa, 06 Agustus 2019

MELARANG MEMBACA ADALAH KEMUNDURAN BESAR DI TENGAH KURANGNYA MINAT BACA


MELARANG MEMBACA  ADALAH KEMUNDURAN BESAR DI TENGAH KURANGNYA MINAT BACA


Oleh : Mat rosit

Buku adalah jendela dunia dengan membaca kita bisa pintar, Kontroversinya buku - buku kiri di beberapa kota mulai dari kediri,vespa literasi di probolinggo dan gramedia Makassar oleh oknum yang menyatakan ikatan cendikiawan muslim indonesia (ICMI).
Sebuah polemik literasi sedang terjadi pada masyarakat kita. Topik kontroversial ini menimbulkan berbagai  reaksi dari berbagai kalangan.Hal ini menjadi candu bagaimana masyarakat kita khususnya aparat kita masih terbayang- bayang dengan PKI,meskipun organisasi ini telah dibubarkan.

Apa buktinya? Terjadi razia terhadap buku-buku yang dianggap berpaham kiri di beberapa wilayah di indonesia. Razia ini dilakukan oleh aparat TNI dan Polri sebagai penegak hukum bahkan oknum yang menyatakan sebagai ICMI. Sehingga, ini menunjukkan bahwa "Kiri" masih dan selalu disamakan dengan "Komunis" pada masyarakat kita.

Padahal, keduanya adalah hal yang sama sekali berbeda. Komunisme adalah bagian dari ideologi kiri, dan tidak semua ideologi kiri itu komunis. Ada Social Democracy, Luxembourgism, , Democratic Socialism, dan berbagai ideologi lainnya. Cakupan istilah "Kiri" itu sendiri begitu lebar, sampai muncul kritik sayap kiri terhadap Komunisme.bagaimana kita bisa tau sejarah komunis di indonesia kejam, kalau kita tidak membaca , mencari anak - anak muda yang suka membaca dan menulis itu langka membaca kok dilarang.
Pelarangan buku adalah bentuk paradoks di negara demokrasi karena memperlihatkan kesewenang-wenangan dalam membatasi kebebasan berpikir, berpendapat, dan berekspresi.
Padahal semua itu dijamin oleh prinsip-prinsip dasar demokrasi, bahkan secara tegas ditulis dalam Undang-Undang Dasar 1945. Melarang buku juga menjadi paradoks bagi kehidupan bermedia di Indonesia yang lebih dari satu dekade terakhir telah mengumandangkan dukungan terhadap kebebasan pers.
 Pelarangan buku, di sisi lain, mengindikasikan ambiguitas kebijakan penguasa. Alih-alih mengantisipasi polemik di masyarakat, lewat tindakan pelarangan buku, pemerintah memperlihatkan praktik-praktik primitif dalam mengontrol, mengarahkan, membatasi, bahkan memandulkan cara berpikir masyarakat.

Senin, 29 Juli 2019

PKI Sudah Mati, Tidak Relevan Sita Buku "kiri"

PKI Sudah Mati, Tidak Relevan Sita Buku "kiri"

Oleh : Mas'udi




PROBOLINGGO – Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Probolinggo sangat menyayangkan tindakan penyitaan buku oleh aparat terhadap dua mahasiswa pegiat literasi Muntasir Billah (24) dan Saiful Anwar (25) karena membawa buku kiri berbau komunis pada hari Sabtu (27/07/2019) di Alun-alun Kraksaan kemarin.


Diketahui ada empat jenis buku yang disita, masing-masing buku Dua Wajah Dipa Nusantara, Menempuh Djalan Rakjat, D.N AIDIT Sebuah Biografi Ringkas dan buku Sukarno, Marxisme dan Leninisme.


Bagi GMNI penyitaan buku tersebut telah menodai demokrasi negara kita dimana saat ini kita bukan berada di jaman orde baru (orba) yang suasananya begitu memprihatinkan. Harusnya era reformasi ini memberikan kebebasan pada warga negara untuk mempelajari sejarah pahlawan dan sejarah bangsanya sendiri. 


Kalau kemudian dikatakan ada kekhawatiran PKI akan bangkit, secara aturan masih dilarang. Ketetapan MPRS Nomor XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia belum dicabut. 


Padahal , Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mempersilakan para mahasiswa dan civitas akademika yang ingin melakukan kajian mengenai paham Marxisme. Nah, bagaimana mau mengkaji membaca dan memiliki saja sudah diamankan.


Bagi kami tindakan aparat tidak seharusnya dilakukan, karena mereka tidak menyebarkan paham komunisme. Aparat tak lagi dibolehkan sweeping terhadap kajian-kajian yang dilakukan oleh mahasiswa.


Sejak keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi pada 2010 yang mencabut Undang-Undang Nomor 4/PNPS/1963 tentang Pengamanan terhadap Barang-Barang Cetakan yang Isinya Dapat Mengganggu Ketertiban Umum. Ketika itu, MK memutuskan pelarangan buku haruslah lewat proses peradilan. Prosesnya ada yang melaporkan dan itu harus disertai pembuktian yang kuat. 


Disisi lain, kami sangat tersinggung dengan disitanya buku the founding father, Sukarno, Marxisme dan Leninisme karena buku itu tidak ada sangkut pautnya dengan komunisme. GMNI sebagai organisasi mahasiswa yang berazaskan Marhaenisme ajaran Sukarno telah puluhan tahun mempelari buku-buku kiri tapi tidak menganut ajaran tersebut karena Komunisme telah pergi jauh dari bumi pertiwi ini sejak kejadian 1965.


Kami berharap kejadian konyol seperti kemarin tidak terulang lagi, karena sejatinya buku adalah pintu semua ilmu pengetahuan untuk tetap dipelajari dan dengan buku maka generasi bangsa akan lebih baik dari era kemarin.Penulis berkata, “yah, semoga nanti tidak terulang lagi,”.


Himbauan penulis, tetap gelorakan membaca dimanapun kita berada. Tetap tegakkanlah ilmu pemgetahuan dimuka bumi. Dimana kita berpijak disitulah kita belajar. (Mas/Den)


Merdeka !!!

GMNI PROBOLINGGO SAYANGKAN TINDAKAN APARAT TERHADAP PEGIAT LITERASI


GMNI PROBOLINGGO SAYANGKAN TINDAKAN APARAT TERHADAP PEGIAT LITERASI



PROBOLINGGO – GMNI Probolinggo sangat menyayangkan tindakan penyitaan buku oleh aparat terhadap dua mahasiswa pegiat literasi Muntasir Billah (24) dan Saiful Anwar (25) karena membawa buku kiri berbau komunis pada hari Sabtu (27/07/2019) di Alun-alun Kraksaan kemarin.

Diketahui ada empat jenis buku yang disita, masing-masing buku Dua Wajah Dipa Nusantara, Menempuh Djalan Rakjat, D.N AIDIT Sebuah Biografi Ringkas dan buku Sukarno, Marxisme dan Leninisme.

Bagi GMNI penyitaan buku tersebut telah menodai demokrasi negara kita dimana saat ini kita bukan berada di jaman orde baru (orba) yang suasananya begitu memprihatinkan. Harusnya era reformasi ini memberikan kebebasan pada warga negara untuk mempelajari sejarah pahlawan dan sejarah bangsanya sendiri. ”Bagi kami tindakan aparat tidak seharusnya dilakukan, karena mereka tidak menyebarkan paham komunisme,” kata Bung Mas’oed.

Disisi lain, kami sangat tersinggung dengan disitanya buku the founding father, Sukarno, Marxisme dan Leninisme karena buku itu tidak ada sangkut pautnya dengan komunisme. GMNI sebagai organisasi mahasiswa yang berazaskan Marhaenisme ajaran Sukarno telah puluhan tahun mempelari buku-buku kiri tapi tidak menganut ajaran tersebut karena Komunisme telah pergi jauh dari bumi pertiwi ini sejak kejadian 1965.

Kami berharap kejadian konyol seperti kemarin tidak terulang lagi, karena sejatinya buku adalah pintu semua ilmu pengetahuan untuk tetap dipelajari dan dengan buku maka generasi bangsa akan lebih baik dari era kemarin, “yah, semoga nanti tidak terulang lagi,” imbuhnya. (*)



Minggu, 28 Juli 2019

Menulislah!

Menulislah Maka Semesta akan Bekerja Untukmu
Oleh : Sarinah.


Bagi saya menulis adalah kemerdekaan, Hak setiap orang menurut kemampuan dan imajinasinya masing masing.
Sejatinya setiap orang yang menulis tidak harus menjadi penulis.
Tapi saya pikir apapun pekerjaannya terlebih bagi kita yang bergelar Maha-Siswa mau tidak mau harus mau menulis.
Karena apapun yang kita lakukan adalah sebuah pembeda kita dan orang lain
Cara kita melakukan nya adalah jati dari yang menunjukkan sikap kita sebenarnya.
Sadarkah bahwa saat ini kita terlalu sibuk melawan dunia hingga lupa melawan diri sendiri. Malas!
Sudah berapa lama kita menghamba pada ketakutan? Hanya maju dalam angan-angan karena taku diberendel dengan aparat.
Takut buku buku bacaanya disita
Taku menghilang bagaikan Wiji Thukul dan kawan kawannya.
Jadi apalah arti segala macam aturan dan golongan yang malah membuat orang malas dan tidak tertarik untuk menulis?
Apalah arti kritikan para jagoan di dunia tulis menulis yamg punya niat untuk menciptakan banyak penulis, tapi malah membuat orang takut untuk menulis?
Di negara ini sudah cukup banyak aturan yang membuat para pemula takut untuk memulai tidak usah ditambah.
Jadi penulis memang bukan pekerjaan yang instant, namun tak ada tenggat waktu untuk itu. Belajar  juga bisa seumur hidup.
Kamu tidak akan di DO jika tetap tidak bisa menulis dalam kurun waktu tertentu. Lalu kau masih menunggu waktu yang sempurna untuk menulis ? Kalau begitu selamanya kau tak akan pernah menulis.

Jika rakyat di negara tercinta ini belum bisa benar-benar merdeka, setidaknya kita bisa menulis dengan merdeka.
Kau pun tak perlu jadi yang terhebat, jadi saja yang berguna.
Menulislah maka kau akan dikenang dunia !

Sabtu, 27 Juli 2019

Kembangkan Jurnalistik, GMNI Probolinggo Hadiri 'Ngocak' Ala Prosinema

Kembangkan Jurnalistik, GMNI Probolinggo Hadiri 'Ngocak' Ala Prosinema



PROBOLINGGO-DPC GMNI PROBOLINGGO-Guna kembangkan potensi para pemuda di bidang media dan jurnalistik, Probolinggo Sinematografi (Prosinema) mengadakan sebuah diskusi bertajuk Ngobrol dan Cakap (Ngocak) tentang prasangka media dan jurnalistik, Sabtu (27/0719).


Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Probolinggo dihadiri oleh Bung Adi, Bung Wafi dan Bung Alwan. Kegiatan ini bertujuan untuk menyadarkan masyarakat tentang pentingnya jurnalistik dan media dalam menangkal berita bohong atau 'hoax'.


Tak ayal, acara yang bertempat di Kedai Omah Indonesia Jalan Cokroaminoto Gang Siam Kelurahan Kebonsari Kulon Kecamatan Kanigaran ini diminati sejumlah kalangan. Sejumlah mahasiswa maupun umum tampak tumpah ruah.


Kegiatan yang dibagi 2 sesi mahasiswa dan umum ini diisi 2 narasumber , yakni Wakil Ketua Journalist Institute for Probolinggo dan pendiri organisasi Probolinggo Jurnalis (Pojur) Dandy Arigafur  dan M.Badar dari Asosiasi Jurnalis Independen (Aji) Malang.


Pemateri M. Badar menceritakan bagaimana sejarah jurnalistik dari sudut pendang islam dan sudut pandang barat. Termasuk peranan media sebagai prasarana informasi di media sosial.



Menurut M. Badar selaku pemateri , Seorang penerima informasi harus lebih memperdalam literasinya dalam membaca suatu berita agar tidak terjebak dalam berita palsu 'hoax'. Pembaca juga harus membaca sampai selesai berita agar tidak terjadi  salah penafsiran terkait suatu fenomena yang ada.


"Ketika mendapat informasi , ketika perku dalami dulu sumbernya. Jangan asal terima, agar kita tidak terjebak informasi palsu atau yang biasa disebut hoax,"ucapnya.


Dengan adanya workshop ini diharapkan peserta dapat mengelola informasi dengan bijak serta menambah wawasan terkait peranan media dan jurnalistik dalam mencegah berita hoax.


Sementara itu menurut pemateri Dandi Arigafur, perkembangan media begitu pusat. Baik dari cetak sampai elektronik baik tv maupun online.


Sejarah barat mencatat kekaisaran Julius Caisar pada 100-44 sebelum masehi, yang memberlakukan mencatat informasi yang di bukukan kemudian dimadingkan yang disebut Akta Dua nama atau papan pengumuman. Atas usahanya,  Julius Caisar dinobatkan sebagai bapak media pertama.


Sedangkan media elektronik, mulai berkembang pasca penulisan melalui tinta kertas. Media TV mulai muncul pada 1880, dan pada 1920  tv mulai dikembangkan dan dikenal dunia . Di indonesia sendiri TV mulai berkembang pada tahun 1962. (Alw/Waf/Den).

Jumat, 26 Juli 2019

Bersatulah Indonesia

Bersatulah Indonesia
Oleh : Yasinta Rizki Permatasari


Negeri yang berdiri di atas jasad tangguh para pejuang
Negeri yang berdiri berkat pengorbanan jiwa dan raga para pahlawan
Lantas apakah ini cara menghargainya?

Kulihat pemuda pemudi saling menodong sebab berbeda pendapat
Kulihat sepasang kawan kini menjadi lawan sebab berbeda pemikiran
Tidakkah mengerti bahwa ibu pertiwi sedang menjerit?
Tidakkah malu kepada perjuangan para pendahulu mempersatukan negeri tercinta?

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya
Lalu beginikah cara menghargai para pahlawan?
Pantaskah kita disebut sebagai bangsa yang besar?

Orang asing di luar sana sedang menertawai kita
Mereka ingin kita terpecah belah, mereka senang melihat kita hancur
Dan dengan begini kita seakan mengiyakan harapan mereka

Kumohon, kesampingkanlah segala ego
Sudah, hentikanlah perseteruan
Dan bersatulah Indonesia

Merdeka !!!

Kamis, 25 Juli 2019

HARUS KUPANGGIL APA

HARUS KUPANGGIL APA

Oleh: Sukardi Mitho




Bagaimana aku harus memanggilmu tuan?
Sementara disetiap sudut bumi kau menebarkan keangkaraan
Bagaimana aku panggil kau pemuja Tuhan?
Sementara di dalam rumah Tuhan kau tebarkan kebencian
Bagaimana harus aku panggil raja?
Padahal titahmu masih menjadikan rakyat sengsara
Lalu bagaimana pula kau harus kupanggil, Yang Mulia
Palu saktimu seringkali menyuarakan bunyi suara berhala

Kalau kau harus berteriak lantang,
Itu karena mulutmu tak lagi punya pilihan
Pilihan yang mengisyaratkan diam
Karena diammu adalah persengkokolan jahannam
Tapi kalau kau harus diam membisu
Itu karena suaramu telah kehabisan kata-kata palsu
Hatimu beku bahkan keras membatu
Tempat bersemayam para kaum berwatak hantu

Lalu kau ada di mana?
Di negeri mana,
Di belahan dunia mana,
Di pematang – pematang sawah?
Di pucuk – pucuk gunung?
Di lereng – lereng bukit?
Di pinggir – pinggir sungai?
Di taman – taman kota?
Di gedung – gedung bertingkat?
Di ruang – ruang kaum terhormat?
Entahlah, kau dimana?