GMNI Probolinggo Pinta Batalkan RUKUHP dan Keluarkan PERPPU UU KPK
PROBOLINGGO-Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI membahas lebih lanjut revisi Undang-Undang (UU) Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) yang kontroversial itu memicu protes keras dari berbagai elemen masyarakat termasuk di Probolinggo.
Gelombang aksi massa terus berdatangan, tak terkecuali Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia(GMNI) Probolinggo bersama sejumlah organisasi kepemudaan lainnya seperti IMM, HMI maupun BEM se-Probolinggo pada Kamis (26/9) kemarin.
Bagi GMNI, peraturan tersebut mengindikasikan sikap wakil rakyat yang menunjukkan ketidak berpihakan pada kedaulatan rakyat. Produk hukum yang dibuat seolah mengebiri reformasi.
Bagi GMNI ada beberapa pasal kontroversial yang tidak hanya ditunda, namun perlu dibatalkan. Pasal tersebut diantaranya :
Pasal Penghinaan Presiden
Pasal 218 ayat 1 yang berbunyi "Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV. Bagi kami pasal ini sangat mencederai demokrasi akibat pembatasan menyampaikan aspirasi khususnya kritik pada Presiden.
Pasal Pidana untuk Seluruh Persetubuhan di Luar Nikah
RUU KUHP meluaskan makna zina. Pasal 417 ayat 1 yang berbunyi:"Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda Kategori II". Hal ini menimbulkan persepsi Negara sudah terlalu Over dan kurang kerjaan mengurusi wilayah privat rakyatnya.
Pasal Kecerobohan Memelihara Hewan
Pasal 340 RKUHP yang berbunyi : "Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori II (denda maksimal Rp 10 juta-red), setiap orang yang tidak mencegah hewan yang ada dalam penjagaannya yang menyerang orang atau hewan".
Bahkan pemilik hewan dipidana 6 bulan penjara bilamana :
1. menghasut hewan sehingga membahayakan orang.
2. menghasut hewan yang sedang ditunggangi atau hewan yang sedang menarik kereta atau gerobak atau yang dibebani barang.
3. tidak menjaga secara patut hewan buas yang ada dalam penjagaannya, atau
4. memelihara hewan buas yang berbahaya tidak melaporkan kepada Pejabat yang berwenang.
Tak hanya soal revisi perubahan UU KUHP, GMNI juga meminta agar revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibatalkan. Tak jauh berbeda dengan KUHP, revisi UU KPK dianggap sebagian besar mahasiswa sarat kepentingan dan justru akan melemahkan lembaga anti rasuah tersebut. Adapun rinciannya :
KPK Tidak Lagi Lembaga Negara Independen
Pasal 1 ayat (3), Pasal 3 UU KPK: Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang melaksanakan tugas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi sesuai dengan undang-undang ini.
Pembentukan Dewan Pengawas
Pasal 21 ayat (1) huruf a, Pasal 37 A UU KPK: Komisi Pemberantasan Korupsi terdiri atas a) Dewan Pengawas yang berjumlah 5 (lima) orang; Dalam rangka mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf a.
Kaum Muda Tidak Bisa Menjadi Pimpinan KPK
Pasal 29 huruf e: Untuk dapat diangkat sebagai Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi harus memenuhi persyaratan berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan.
Pegawai KPK Akan Berstatus Sebagai Aparatur Sipil Negara
Pasal 1 angka 6, Pasal 24 ayat (2): Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi adalah aparatur sipil negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai aparatur sipil negara.
"Kami atas GMNI Probolinggo meminta pihak terkait dalam hal ini DPRD Kabupaten dan Kota Probolinggo untuk menindaklanjuti saran beberapa diatas. Tak hanya itu, DPRD perlu mengambil sikap dan merekomendasikan pada DPRD Provinsi Jatim beberapa pasal tersebut yang dianggap kontroversial,"ucap perwakilan DPC GMNI Probolinggo Riska Dayana di Kantor DPRD Kabupaten Probolinggo.
Oleh karena itu, GMNI meminta Presiden RI untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) tentang pencabutan UU KPK yang sudah di sahkan oleh DPR RI . GMNI menilai peraturan itu tergesa-gesa dan dinilai melemahkan kinerja dan posisi KPK dalam upaya penguatan hukum khususnya pemberantasan korupsi.
"Presiden segera mengeluarkan sikap PERPPU misalnya. Hal ini agar kepercayaan rakyat terhadap pemerintah tidak semakin turun. Saya harap ini menjadi perhatian Presiden Joko Widodo,"tambahnya (Ris/Den)
0 komentar:
Posting Komentar