Senin, 29 Juli 2019

PKI Sudah Mati, Tidak Relevan Sita Buku "kiri"

PKI Sudah Mati, Tidak Relevan Sita Buku "kiri"

Oleh : Mas'udi




PROBOLINGGO – Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Probolinggo sangat menyayangkan tindakan penyitaan buku oleh aparat terhadap dua mahasiswa pegiat literasi Muntasir Billah (24) dan Saiful Anwar (25) karena membawa buku kiri berbau komunis pada hari Sabtu (27/07/2019) di Alun-alun Kraksaan kemarin.


Diketahui ada empat jenis buku yang disita, masing-masing buku Dua Wajah Dipa Nusantara, Menempuh Djalan Rakjat, D.N AIDIT Sebuah Biografi Ringkas dan buku Sukarno, Marxisme dan Leninisme.


Bagi GMNI penyitaan buku tersebut telah menodai demokrasi negara kita dimana saat ini kita bukan berada di jaman orde baru (orba) yang suasananya begitu memprihatinkan. Harusnya era reformasi ini memberikan kebebasan pada warga negara untuk mempelajari sejarah pahlawan dan sejarah bangsanya sendiri. 


Kalau kemudian dikatakan ada kekhawatiran PKI akan bangkit, secara aturan masih dilarang. Ketetapan MPRS Nomor XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia belum dicabut. 


Padahal , Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mempersilakan para mahasiswa dan civitas akademika yang ingin melakukan kajian mengenai paham Marxisme. Nah, bagaimana mau mengkaji membaca dan memiliki saja sudah diamankan.


Bagi kami tindakan aparat tidak seharusnya dilakukan, karena mereka tidak menyebarkan paham komunisme. Aparat tak lagi dibolehkan sweeping terhadap kajian-kajian yang dilakukan oleh mahasiswa.


Sejak keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi pada 2010 yang mencabut Undang-Undang Nomor 4/PNPS/1963 tentang Pengamanan terhadap Barang-Barang Cetakan yang Isinya Dapat Mengganggu Ketertiban Umum. Ketika itu, MK memutuskan pelarangan buku haruslah lewat proses peradilan. Prosesnya ada yang melaporkan dan itu harus disertai pembuktian yang kuat. 


Disisi lain, kami sangat tersinggung dengan disitanya buku the founding father, Sukarno, Marxisme dan Leninisme karena buku itu tidak ada sangkut pautnya dengan komunisme. GMNI sebagai organisasi mahasiswa yang berazaskan Marhaenisme ajaran Sukarno telah puluhan tahun mempelari buku-buku kiri tapi tidak menganut ajaran tersebut karena Komunisme telah pergi jauh dari bumi pertiwi ini sejak kejadian 1965.


Kami berharap kejadian konyol seperti kemarin tidak terulang lagi, karena sejatinya buku adalah pintu semua ilmu pengetahuan untuk tetap dipelajari dan dengan buku maka generasi bangsa akan lebih baik dari era kemarin.Penulis berkata, “yah, semoga nanti tidak terulang lagi,”.


Himbauan penulis, tetap gelorakan membaca dimanapun kita berada. Tetap tegakkanlah ilmu pemgetahuan dimuka bumi. Dimana kita berpijak disitulah kita belajar. (Mas/Den)


Merdeka !!!

GMNI PROBOLINGGO SAYANGKAN TINDAKAN APARAT TERHADAP PEGIAT LITERASI


GMNI PROBOLINGGO SAYANGKAN TINDAKAN APARAT TERHADAP PEGIAT LITERASI



PROBOLINGGO – GMNI Probolinggo sangat menyayangkan tindakan penyitaan buku oleh aparat terhadap dua mahasiswa pegiat literasi Muntasir Billah (24) dan Saiful Anwar (25) karena membawa buku kiri berbau komunis pada hari Sabtu (27/07/2019) di Alun-alun Kraksaan kemarin.

Diketahui ada empat jenis buku yang disita, masing-masing buku Dua Wajah Dipa Nusantara, Menempuh Djalan Rakjat, D.N AIDIT Sebuah Biografi Ringkas dan buku Sukarno, Marxisme dan Leninisme.

Bagi GMNI penyitaan buku tersebut telah menodai demokrasi negara kita dimana saat ini kita bukan berada di jaman orde baru (orba) yang suasananya begitu memprihatinkan. Harusnya era reformasi ini memberikan kebebasan pada warga negara untuk mempelajari sejarah pahlawan dan sejarah bangsanya sendiri. ”Bagi kami tindakan aparat tidak seharusnya dilakukan, karena mereka tidak menyebarkan paham komunisme,” kata Bung Mas’oed.

Disisi lain, kami sangat tersinggung dengan disitanya buku the founding father, Sukarno, Marxisme dan Leninisme karena buku itu tidak ada sangkut pautnya dengan komunisme. GMNI sebagai organisasi mahasiswa yang berazaskan Marhaenisme ajaran Sukarno telah puluhan tahun mempelari buku-buku kiri tapi tidak menganut ajaran tersebut karena Komunisme telah pergi jauh dari bumi pertiwi ini sejak kejadian 1965.

Kami berharap kejadian konyol seperti kemarin tidak terulang lagi, karena sejatinya buku adalah pintu semua ilmu pengetahuan untuk tetap dipelajari dan dengan buku maka generasi bangsa akan lebih baik dari era kemarin, “yah, semoga nanti tidak terulang lagi,” imbuhnya. (*)



Minggu, 28 Juli 2019

Menulislah!

Menulislah Maka Semesta akan Bekerja Untukmu
Oleh : Sarinah.


Bagi saya menulis adalah kemerdekaan, Hak setiap orang menurut kemampuan dan imajinasinya masing masing.
Sejatinya setiap orang yang menulis tidak harus menjadi penulis.
Tapi saya pikir apapun pekerjaannya terlebih bagi kita yang bergelar Maha-Siswa mau tidak mau harus mau menulis.
Karena apapun yang kita lakukan adalah sebuah pembeda kita dan orang lain
Cara kita melakukan nya adalah jati dari yang menunjukkan sikap kita sebenarnya.
Sadarkah bahwa saat ini kita terlalu sibuk melawan dunia hingga lupa melawan diri sendiri. Malas!
Sudah berapa lama kita menghamba pada ketakutan? Hanya maju dalam angan-angan karena taku diberendel dengan aparat.
Takut buku buku bacaanya disita
Taku menghilang bagaikan Wiji Thukul dan kawan kawannya.
Jadi apalah arti segala macam aturan dan golongan yang malah membuat orang malas dan tidak tertarik untuk menulis?
Apalah arti kritikan para jagoan di dunia tulis menulis yamg punya niat untuk menciptakan banyak penulis, tapi malah membuat orang takut untuk menulis?
Di negara ini sudah cukup banyak aturan yang membuat para pemula takut untuk memulai tidak usah ditambah.
Jadi penulis memang bukan pekerjaan yang instant, namun tak ada tenggat waktu untuk itu. Belajar  juga bisa seumur hidup.
Kamu tidak akan di DO jika tetap tidak bisa menulis dalam kurun waktu tertentu. Lalu kau masih menunggu waktu yang sempurna untuk menulis ? Kalau begitu selamanya kau tak akan pernah menulis.

Jika rakyat di negara tercinta ini belum bisa benar-benar merdeka, setidaknya kita bisa menulis dengan merdeka.
Kau pun tak perlu jadi yang terhebat, jadi saja yang berguna.
Menulislah maka kau akan dikenang dunia !

Sabtu, 27 Juli 2019

Kembangkan Jurnalistik, GMNI Probolinggo Hadiri 'Ngocak' Ala Prosinema

Kembangkan Jurnalistik, GMNI Probolinggo Hadiri 'Ngocak' Ala Prosinema



PROBOLINGGO-DPC GMNI PROBOLINGGO-Guna kembangkan potensi para pemuda di bidang media dan jurnalistik, Probolinggo Sinematografi (Prosinema) mengadakan sebuah diskusi bertajuk Ngobrol dan Cakap (Ngocak) tentang prasangka media dan jurnalistik, Sabtu (27/0719).


Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Probolinggo dihadiri oleh Bung Adi, Bung Wafi dan Bung Alwan. Kegiatan ini bertujuan untuk menyadarkan masyarakat tentang pentingnya jurnalistik dan media dalam menangkal berita bohong atau 'hoax'.


Tak ayal, acara yang bertempat di Kedai Omah Indonesia Jalan Cokroaminoto Gang Siam Kelurahan Kebonsari Kulon Kecamatan Kanigaran ini diminati sejumlah kalangan. Sejumlah mahasiswa maupun umum tampak tumpah ruah.


Kegiatan yang dibagi 2 sesi mahasiswa dan umum ini diisi 2 narasumber , yakni Wakil Ketua Journalist Institute for Probolinggo dan pendiri organisasi Probolinggo Jurnalis (Pojur) Dandy Arigafur  dan M.Badar dari Asosiasi Jurnalis Independen (Aji) Malang.


Pemateri M. Badar menceritakan bagaimana sejarah jurnalistik dari sudut pendang islam dan sudut pandang barat. Termasuk peranan media sebagai prasarana informasi di media sosial.



Menurut M. Badar selaku pemateri , Seorang penerima informasi harus lebih memperdalam literasinya dalam membaca suatu berita agar tidak terjebak dalam berita palsu 'hoax'. Pembaca juga harus membaca sampai selesai berita agar tidak terjadi  salah penafsiran terkait suatu fenomena yang ada.


"Ketika mendapat informasi , ketika perku dalami dulu sumbernya. Jangan asal terima, agar kita tidak terjebak informasi palsu atau yang biasa disebut hoax,"ucapnya.


Dengan adanya workshop ini diharapkan peserta dapat mengelola informasi dengan bijak serta menambah wawasan terkait peranan media dan jurnalistik dalam mencegah berita hoax.


Sementara itu menurut pemateri Dandi Arigafur, perkembangan media begitu pusat. Baik dari cetak sampai elektronik baik tv maupun online.


Sejarah barat mencatat kekaisaran Julius Caisar pada 100-44 sebelum masehi, yang memberlakukan mencatat informasi yang di bukukan kemudian dimadingkan yang disebut Akta Dua nama atau papan pengumuman. Atas usahanya,  Julius Caisar dinobatkan sebagai bapak media pertama.


Sedangkan media elektronik, mulai berkembang pasca penulisan melalui tinta kertas. Media TV mulai muncul pada 1880, dan pada 1920  tv mulai dikembangkan dan dikenal dunia . Di indonesia sendiri TV mulai berkembang pada tahun 1962. (Alw/Waf/Den).

Jumat, 26 Juli 2019

Bersatulah Indonesia

Bersatulah Indonesia
Oleh : Yasinta Rizki Permatasari


Negeri yang berdiri di atas jasad tangguh para pejuang
Negeri yang berdiri berkat pengorbanan jiwa dan raga para pahlawan
Lantas apakah ini cara menghargainya?

Kulihat pemuda pemudi saling menodong sebab berbeda pendapat
Kulihat sepasang kawan kini menjadi lawan sebab berbeda pemikiran
Tidakkah mengerti bahwa ibu pertiwi sedang menjerit?
Tidakkah malu kepada perjuangan para pendahulu mempersatukan negeri tercinta?

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya
Lalu beginikah cara menghargai para pahlawan?
Pantaskah kita disebut sebagai bangsa yang besar?

Orang asing di luar sana sedang menertawai kita
Mereka ingin kita terpecah belah, mereka senang melihat kita hancur
Dan dengan begini kita seakan mengiyakan harapan mereka

Kumohon, kesampingkanlah segala ego
Sudah, hentikanlah perseteruan
Dan bersatulah Indonesia

Merdeka !!!

Kamis, 25 Juli 2019

HARUS KUPANGGIL APA

HARUS KUPANGGIL APA

Oleh: Sukardi Mitho




Bagaimana aku harus memanggilmu tuan?
Sementara disetiap sudut bumi kau menebarkan keangkaraan
Bagaimana aku panggil kau pemuja Tuhan?
Sementara di dalam rumah Tuhan kau tebarkan kebencian
Bagaimana harus aku panggil raja?
Padahal titahmu masih menjadikan rakyat sengsara
Lalu bagaimana pula kau harus kupanggil, Yang Mulia
Palu saktimu seringkali menyuarakan bunyi suara berhala

Kalau kau harus berteriak lantang,
Itu karena mulutmu tak lagi punya pilihan
Pilihan yang mengisyaratkan diam
Karena diammu adalah persengkokolan jahannam
Tapi kalau kau harus diam membisu
Itu karena suaramu telah kehabisan kata-kata palsu
Hatimu beku bahkan keras membatu
Tempat bersemayam para kaum berwatak hantu

Lalu kau ada di mana?
Di negeri mana,
Di belahan dunia mana,
Di pematang – pematang sawah?
Di pucuk – pucuk gunung?
Di lereng – lereng bukit?
Di pinggir – pinggir sungai?
Di taman – taman kota?
Di gedung – gedung bertingkat?
Di ruang – ruang kaum terhormat?
Entahlah, kau dimana?






Bangunlah Dari Tidurmu Wahai Mutiara Peradaban

Bangunlah Dari Tidurmu Wahai Mutiara Peradaban

Oleh : Abdul Rahman Wafi

Tenggelam dalam suatu ilmu pengetahuan terkadang mampu  melarutkan sisi-sisi ketuhanan dalam cairan-cairan rasionalitas pemikiran yang selalu meracuni setiap generasi-generasi peradaban. Apalagi hal itu didukung  dengan menjanjikan alternatif-alternatif kehidupan yang lebih istan dan nyaman, melahirkan masalah-masalah baru dalam sebuah kehidupan dimana para pemuda asik dalam zona nyaman sehingga lupa akan tugasnya sebagai pembangun peradaban dimasa depan.

Para pemuda lebih mementingkan populeritas sosial dari pada berjuang melawan sistem-sistem penguasa yang menindas nilai-nilai kemanusiaan, mungkin kalimat-kalimat perjuangan sudah tek lagi terdengar dari kalangan pemuda sekarang. 

Seorang ulama terkemuka dari mesir pernah berkata “ jika ingin melihat suatu negara dimasa depan maka lihatlah generasi pemudanya sekarang, “ itu sudah jelas bahwa seorang pemuda adalah cerminan dari suatu negara dimasa depan.

 Jika pemuda-pemuda sekarang masih asik dalam zona nyaman, populeritas dan kenarsisan masih menjadi tujuan dari setiap perjuangan maka kita bisa melihat gambaran kehancuran sebuah negara dimasa depan.

Dan jika para pemuda sekarang mempunyai idealisme  tinggi dan dibarengi dengan kesadaran akan ibu pertiwi, maka sudah dipastikan gambaran yang cerah akan terpancar dari suatu negara dimasa depan .

Wahai pemuda-pemuda bangunlah dari kasur-kasur kenyamanan dan bantal-bantal kepopuleran, tunjukkan bahwa kau masih memiliki idealisme yang tinggi dan prioritaskan kebenaran.  

Mari kita teriakan kata-kata kemerdekaan kobarkan api semangat yang kian lama meredup kepalkan tanganmu dan mari berjuang .

Merdeka !!!

Salam Indonesia, Salam Negeriku

Salam Indonesia, Salam Negeriku
Oleh : Yasinta Rizki Permatasari


Sudahkah kau bertanya?
telah berbuat apa? Tangan-tangan manusia yang seringkali lalai dalam perbuatanya.
Pada bumi yang memberikan mu pangan pada alam ini tanah surga, kawan
namun, sang saka sedang terluka

Lihatlah mereka, masih bisa tersenyum
Meski diuji dengan cobaan yang lebih berat dari putus cinta
Dari ujung sumatra sampai tanah papua
kita semua saudara dan bukankah berbeda itu indah

Satu-satu nya musuh adalah para oknum yang mengisi perutnya dengan keserakahan

Negeriku Indonesia, aku mencintaimu tanpa karena. Bukan sekedar takdir aku ditempatkan disini. Melainkan suatu perjuangan pahlawan yang membuat aku berdiri disini.

Jangan pernah lelah mencintai Indonesia, semesta.

Merdeka!!!

Selasa, 23 Juli 2019

MIMPI SUNYI SEORANG MANTAN ANAK JALANAN


Menyusuri jejak kehidupan mantan anak – anak jalanan Kota Probolinggo
MIMPI SUNYI SEORANG MANTAN ANAK JALANAN
Oleh : Sukardi Mitho


Jam ditangan saya menunjuk pukul 00.30 WIB. Malam kian merangkak larut, sinar bulan yang sesekali tersaput awan kian menambah hening malam. Semilir angin yang berhembus di kota angin ini serasa merasuk ke pori – pori menembus sendi – sendi tulang.
Di tengah sepanjang jalan Niaga omplek pasar Baru terlihat masih nampak beberapa orang – orang yang melakukan aktifitas dengan menyapu dan membersihkan bahu jalan dari sampah-sampah bekas pedagang pasar berjualan.

Adalah Hendry “Ping” Sugianto atau biasa dipanggil dengan sebutan Keceng, salah satu diantara mereka yang malam itu “kebagian tugas” menyapu di sepanjang jalan Niaga komplek pasar Baru. Dengan kaos hijau bertuliskan DLH Kota Probolinggo, Keceng dengan ramah menyapaku. “Ada apa om tumben malam – malam kesini om.” Ia pun meletakkan gagang sapunya lalu menjabat tanganku sambil mengajak duduk bibir trotoar.

Ya… Hendry Sugianto adalah salah satu diantara ratusan anak – anak yang pernah merasakan pahit getirnya hidup di jalan sebagai pengamen. Usia 8 tahun, Hendry bersama kakaknya sudah menjadi pengamen jalanan. Tempat mangkalnya berpindah – pindah mulai dari perempatan Brak (Jl. Soekarno Hatta) , perempatan Randupangger bahkan juga di atas bus kota jurusan Probolinggo – Situbondo. Ia tidak sendirian, karena teman – teman seusia mereka pada waktu itu juga banyak yang jadi pengamen. Saat ditanya kenapa harus mengamen, Hendry pun bercerita panjang lebar tentang mengapa dia bersama kakaknya harus jadi pengamen jalanan. Kondisi ekonomi keluarga yang serba kuranglah yang membuat kakinya bergerak untuk dapat membantu dan memenuhi kebutuhan keluarganya.

Semua uang hasil mengamennya ia berikan ke ibunya untuk kebutuhan sehari – hari karena bapaknya pada saat itu sedang tidak bekerja. Praktis masa kecilnya ia habiskan di jalan sepulang ia dari dari sekolah. Mestinya masa anak – anak yang seusianya itu adalah masa – masa bermain tanpa di bebani oleh masalah – masalah pemenuhan kebutuhan keluarganya.
Dan karena kegigihan dan perjuangan hidupnya dijalanan itulah, Keceng bersama 4 anak jalanan lainnya pernah menjadi wakil anak dari Kota Probolinggo menghadiri Hari Anak nasional di Jakarta yang diinisiasi oleh salah satu badan Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) tahun 2002.

Sepenggal kisah diatas adalah bagian hidupnya yang barangkali tak kan pernah ia lupakan. Kisah yang telah mengajarkan banyak hal. Kisah yang telah menorehkan banyak pengalaman pahit dan tidak menyenangkan. Berbagai stigma negatif sering ia dapatkan bersama dengan teman-teman sesama anak jalanan yang lain. Stigma bahwa anak jalanan sebagai sampah masyarakat, anak yang tidak mengenal norma – norma agama, anak yang tidak memiliki masa depan, pemabuk dan stigma negatif lainnya. Bahkan untuk mendapatkan sekolah saja bukan hal mudah bagi seorang anak jalanan. Banyak lembaga – lembaga pendidikan pada waktu itu yang menolak memiliki siswa seorang anak jalanan.

Bahkan tak sebatas stigma negatif itu saja yang ia dapatkan. Beberapa bentuk kekerasan fisik juga seringkali ia alamai bersama dengan anak jalanan lainnya. Kekerasan baik dari aparat maupun dari sesama anak jalanan yang usianya lebih tua. Namun kondisilah yang membuatnya ia harus bertahan di jalanan. Ia sadar betul bahwa jalanan bak rimba belantara. Hukum rimba lah yang berlaku dijalanan. “Saya sadar betul bagaimana kerasnya hidup dijalanan. Ibarat kalau tidak membunuh ya dibunuh, kalau tidak melawan ya akan terus menjadi budak oleh orang – orang yang sama – sama hidup dijalanan,” ujar keceng sambil matanya menerawang jauh. Menerawang jauh seolah – olah ingatannya kembali muncul bagaimana ia pernah harus terlibat baku pukul dengan sesama anak jalanan kala itu.

Namun kini Keceng telah mampu melewati masa – masa yang tidak menyenangkan tersebut. Ia kini telah hidup dalam lingkungan yang ‘normal”. Bersama keluarga kecilnya, ia tetap berjuang keras. Berjuang membahagiakan istri dan dua orang anaknya. Ia telah tinggalkan kehidupan dijalanan. Kini ia tercatat bekerja sebagai tenaga magang di Dinas Lingkungan Hidup Kota Probolinggo. Diluar jam dinasnya, ia juga sebagai sales berbagai makanan ringan. Ia harus keliling dengan memakai motor untuk menjajakan barang dagangannya. “Om, cukuplah saya yang mengalami kerasnya kehidupan dijalanan. Jangan sampai anak-anak saya mengalami kehidupan pahit seperti saya dulu,” tandas Keceng seolah ingin meyakinkan kesemua orang bahwa ia punya semangat dan kekuatan.

Kisah Keceng adalah sepenggal cerita sendu anak – anak yang kehidupannya dihabiskan dijalanan. Kehidupan anak – anak yang tidak beruntung. Anak yang terenggut paksa masa kecilnya karena ekonomi keluarga, ketidak harmonisan orang tua dan pengaruh teman sebaya. Dan di momen Hari Anak nasional (23 Juli 2019) ini barangkali seluruh pemangku kepentingan utamanya pemerintah daerah baik kota maupun kabupaten Probolinggo lebih optimal untuk merumuskan kebijakan – kebijakan yang berpihak pada anak utamanya dalam memberikan perlindungan sebagaimana amanah Undang – undang Perlindungan Anak.
Dan dalam upaya penanganan anak khususnya anak – anak jalanan tetaplah mengedepakan sebuah prinsip bahwa ‘tidak ada satupun anak yang ingin dilahirkan sebagai anak jalanan”
Selamat Hari Anak Nasional, anak – anak bangsa!

Senin, 22 Juli 2019

Selamat Datang Wakil Rakyat Yang Terhormat

Selamat Datang Wakil Rakyat Yang Terhormat

Oleh: Sukardi Mitho




Setelah melalui proses pemilihan anggota legislatif yang cukup menguras energi, kini para calon anggota DPRD Kota/Kab Probolinggo terpilih baru saja ditetapkan oleh KPUD daerah masing-masing.

Lalu apa harapan kita? Harapan dari rakyat yang telah mengantarkannya menjadi wakil rakyat. Harapan dari rakyat pemilih yang bahkan mungkin tidak tahu apa sebenarnya tugas seorang anggota dewan itu. Tentu kita semua tidak berharap ada dari wakil rakyat kita nanti saat disodorkan laporan permasalahan rakyat lalu berkata, “ Maaf, itu diluar kompetensi legislatif (dewan)”. Atau “Baiklah, nanti saya sampaikan kepada pemerintah / eksekutif agar ditindaklanjuti” dan lain sejenisnya.

 Kalau anggota dewan nantinya hanya bisa menanggapi berbagai laporan permasalahan rakyat dengan cara seperti itu maka pemilu kemarin bisa dikatakan gagal memilih wakil yang responsif atau tanggap terhadap permasalahan rakyat.

Eksistensi Dewan (wakil rakyat) bukanlah pelengkap peran dari pemerintah (eksekutif). Dengan kata lain fungsi dewan bukan berbagi fungsi dengan eksekutif. Karena hal tersebut dilakukan maka dewan adalah bagian dari eksekutif. Dan ini salah kaprah!

Dalam kaidah demokrasi, dewan berfungsi sebagai kontrol pemerintah. Fungsi kontrol diperlukan bukan dalam koridor persepsi bahwa pemerintah adalah musuh dewan (legislatif) tetapi lebih pada antisipasi kecenderungan penyalah gunaan kekuasaan. Dan ini adalah sifat yang sangat manusia.

Dalam konteks sistem demokrasi yang baik, pencegahan penyalahgunaan kekuasaan harus dilakukan. Mengingat pelaksana dari kekuasaan tersebut adalah lembaga eksekutif maka disinilah perlunya dibentuk lembaga legislatif yang berfungsi sebagai kontrol kekuasaan tersebut diatas. DPR (legislatif) dibentuk sebagai wakil rakyat karena rakyatlah yang sesungguhnya sebagai pengawas dalam prtaktek negara demokrasi.

Dalam konsepsi demokrasi, negara adalah milik rakyat. Rakyat jualah yang “mengangkat” sekelompok orang yang menjadi “pemerintah/eksekutif” dan memberikan kepercayaan kepada mereka sebagai pelaksana administrasi pemerintahan.

Tugas utama dari sekelompok orang bernama “pemerintah / eksekutif” diatas adalah menjamin rasa aman, meningkatkan kesejahteraan dan mencukupi kebutuhan masyarakat. Negara memiliki sumberdaya yang besar untuk mewujudkan kemakmuran rakyatnya. Pemerintah diberikan amanah dan kepercayaan oleh rakyat untuk mengolah, mengatur dan mendistribusikan sumberdaya tersebut kepada rakyatnya.

Dus, pemerintah / eksekutif adalah pelayan rakyat bukan sebaliknya. Bukan rakyat yang harus memberikan pelayanan kepada pemerintah. Bukan rakyat yang harus meneyediakan fasilitas publik dan kebutuhan kepada pemerintah. Sebab, pemilik negara adalah rakyat, bukan pemerinyah. Pemerintah sekedar pemegang amanah rakyat dan oleh karenanya disebut executif (pelaksana). Dapat di analogikan dalam perusahaan, pemerintah ibarat direktur atau manager dan rakyat adalah pemegang sahamnya.

Dalam pelaksanaan penyelenggaraan administrasi pemerintahan sehari-hari maka wajar kalau eksekutif diawasi oleh rakyat (pemegang saham) melalui dewan komisaris yakni DPRD (legislatif). Dalam konteks demokrasi Pancasila, pengawasan yang dilakukan oleh pihak legislatif bukan bermakna pengawasan seperti halnya pihak oposisi yang mengwasi pemerintah sebagai lawan politiknya. Pengawasan dilakukan secara kekeluargaan (penuh dengan nilai-nilai ke Indonesiaan) dengan tujuan secara bersama mewujudkan kesejahteraan dan keadilan rakyat.

Jadi sekali lagi bahwa pengawasan dilakukan bukan sebagai bentuk kecurigaan dan ketidakpercayaan rakyat kepada pemerintah.

Dalam banyak kasus terjadi bahwa dibelahan dunia manapun, kekuasaan selalu menggoda orang menyalahgunakannya. Penyalahgunaan kekuasaan tidak hanya terjadi dalam sistem liberal, tetapi bisa terjadi dalam sistem apapun termasuk dalam sistem demokrasi Pancasila. Yang membedakan pengawasan dalam sistem demokrasi Pancasila dengan bentuk demokrasi lainnya adalah soal etika dan sopan santun. Kita harus sepakat untuk menggunakan budaya kita sendiri dalam melakukan pengawasan kepada pemerintah baik kota maupun kabupaten Probolinggo. Tidak perlu dengan caci maki, gebrak-gebrak meja apalagi dengan lempar-lemparan kursi serta dengan membuat meme yang bersifat melecehkan.

Pengawasan cukup dilakukan dengan cara yang sopan yakni melalui bahasa yang lugas dan berterus terang. Dan keterus terangan serta kelugasan itu sudah cukup memberikan pemahaman bagi pemerintah untuk melakukan koreksi atas kinerjanya.

Akhirnya, saya sampaikan selamat atas ditetapkannya saudara-saudara semua sebagai wakil rakyat (DPRD) baik di kota maupun di kabupaten Probolinggo. Ditetapkannya saudara adalah melalui proses demokrasi yang panjang dan rakyat telah menjatuihkan pilihannya kepada saudara sebagai wakilnya. Semoga amanah dan dapat mengoptimalkan perannya sebagai alat kontrol bagi jalannya pemerintahan baik di kota maupun kabupaten Probolinggo. Dan mengutip bahasa kaum millenial: “ayo ngopi ben gak salah paham”(Den).


Jumat, 19 Juli 2019

NILAI PLUS MAHASISWA AKTIF DALAM ORGANISASI


NILAI PLUS MAHASISWA AKTIF DALAM ORGANISASI


Oleh : Riska Dayana Ade Hermansyah
Kata Mahasiswa mungkin tidak asing lagi didengar di kalangan masyarakat. Mahasiswa merupakan orang yang menuntut ilmu di perguruan tinggi baik Negeri maupun Swasta. Sebagai seorang mahasiswa tidak hanya cukup belajar di kampus karena pada dasarnya mahasiswa itu harus mampu mengimplementasi berbagai teori yang telah diperoleh selama proses perkuliahan pada kalangan masyarakat. Bukan mahasiswa namanya jika masih membangun sekat antara dirinya dengan masyarakat.

Dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi, terdapat 3 (tiga) peran mahasiswa diantaranya adalah Pendidikan atau pembelajaran, penelitian dan pengembangan, serta pengabdian masyarakat. Jadi, dari sini sudah jelas bahwa tugas mahasiswa adalah menyelesaikan persoalan yang ada di lingkungan masyarakat. Namun sebelum itu, mahasiswa perlu mengasah intelektual guna mempermudah prakteknya melalui dengan pembelajaran. Proses pembelajaran seorang mahasiswa tidak semerta-merta hanya dalam bangku perkuliahan saja, tetapi juga bisa dari luar, sebagai contoh mengikuti organisasi.

Faktanya mahasiswa yang mengikuti organisasi cenderung terlihat lebih aktif dan biasanya dia memiliki basis jaringan. Dari basis jaringan itulah dia memperoleh pengalaman serta pengetahuan. Berbeda dengan mahasiswa yang non organisasi, dia hanya mengikuti perkuliahan lalu pulang dan besoknya kembali lagi seperti biasanya. Dengan demikian, mahasiswa yang mengikuti organisasi akan memiliki nilai tambah (plus). Berikut ini adalah beberapa nilai plus jika kita menjadi mahasiswa yang aktif dalam organisasi, diantaranya sebagai berikut:

1. BERANI
Keberanian merupakan salah satu sifat yang harus dimiliki setiap orang, salah satunya adalah kalangan mahasiswa. Mahasiswa merupakan agen of change (agen perubahan). Ketika mahasiswa tidak memiliki keberanian untuk menyuarakan aspirasinya, bagaimana bisa ia membawa perubahan? Oleh karena itu, untuk membentuk karakter mahasiswa yang berani, maka bisa diperoleh dengan cara mengikuti organisasi. Mahasiswa yang mengikuti organisasi sudah pasti semuanya dikatakan berani karena mereka sudah digembleng di organisasinya, namun mahasiswa yang non organisasi belum tentu semuanya memiliki keberanian.

2. BERPENGALAMAN
Pengalaman merupakan sesuatu hal yang pernah dirasakan oleh seseorang melalui panca inderanya. Pengalaman tidak bisa didapatkan melalui orang lain karena pengalaman antara satu orang dengan orang yang lain pastinya berbeda. Dalam dunia mahasiswa, pengalaman dalam organisasi menjadi nilai tambah, karena selama berproses di organisasi pasti akan mendapatkan sesuatu hal yang tidak didapat dikampus, sebagai contoh mengadakan suatu kegiatan/event tertentu. Selama proses perkuliahan mungkin kita hanya mendapatkan materi. Untuk memperdalam materi yang telah kita dapatkan, alangkah lebih baiknya jika kita implementasikan dalam wadah bernamakan organisasi tersebut. Agar ilmu yang kita peroleh dapat berguna untuk orang lain.

3. BERJIWA PEMIMPIN
Dalam sebuah organisasi kita juga dilatih untuk menjadi pelopor. Artinya segala sesuatu diawali dari diri sendiri sehingga kita menjadi teladan bagi orang lain. Coba kita amati mahasiswa yang mengikuti organisasi, Ketika ada suatu kegiatan ia pasti tahu langkah apa yang seharusnya ia ambil tanpa menanyakan kepada orang lain. Berbeda dengan mahasiswa yang non organisasi, ia akan cenderung ikut-ikutan dalam bahasa lain sebagai pengekor.

4. MAMPU BEKERJASAMA DALAM TEAM
Organisasi merupakan sebuah wadah dua orang atau lebih yang saling bekerjasama untuk mencapai tujuan. Mahasiswa yang mengikuti organisasi tentunya sudah paham mengenai hubungan kerjasama. Karena selama ia masuk dalam dunia organisasi tentunya akan dituntut untuk saling bekerjasama. Karena jika tidak ada kerja sama, apa yang menjadi cita-cita daripada organisasi tidak akan pernah tercapai. Maka tak heran apabila kita melihat mahasiswa yang berorganisasi mampu bekerjasama dalam team. Karena salah satu ciri organisasi adalah adanya kerja sama.

5. MEMILIKI BASIS JARINGAN
Sudah dikatakan sebelumnya bahwa mahasiswa yang aktif dalam organisasi cenderung memiliki basis jaringan. Apalagi jika organisasinya adalah organisasi eksternal yang terdapat di berbagai daerah. Semakin luas jaringannya maka semakin luas pula pengalaman dan pengetahuan yang ia dapatkan. Selain itu, sudah dipastikan bahwa dia akan memperoleh banyak teman. Dengan catatan mudah beradaptasi dengan orang lain.

Itulah beberapa nilai plus bagi mahasiswa yang aktif dalam suatu organisasi. Jangan pernah berpikir bahwa dengan berorganisasi, nilai akademis kita menjadi buruk. Hal tersebut tidak akan pernah terjadi jika kita mengimbangi antara organisasi dan akademisi karena keduanya sangatlah penting. Jadi, jangan ragu untuk bergabung dalam sebuah organisasi karena dalam organisasilah kita bisa mengetahui potensi diri sendiri.

SARINAH DALAM PERJUANGAN REPUBLIK INDONESIA



SARINAH DALAM PERJUANGAN REPUBLIK INDONESIA

(Seruan Sukarno terhadap Perempuan Indonesia)



Oleh : Muhammad Alwan Misbachudin.

Bagi Sukarno, nasib kaum wanita Indonesia tergantung dari tangan mereka sendiri. Kaum laki-laki harus terus mengingatkan dan memberikan keyakinan kepada kaum wanita Indonesia tentang pentingnya mereka ikut dalam gerak perjuangan. Perempuan Indonesia harus bahu membahu dengan laki-laki mewujudnya cita-cita bangsa yang sejahtera, adil dan makmur, zonder exploitation de lhomme par lhomme.
Sebab syarat mutlak bagi kemenangan revolusi nasional adalah terwujudnya persatuan nasional, yang barang tentu juga menyangkut hubungan antara wanita dan laki-laki Indonesia. Namun Sukarno juga mengingatkan, janganlah dalam revolusi nasional yang berlangsung, wanita misalnya terlalu menitik beratkan pada pengemukaan tuntutan-tuntutan feministis, dan melupakan tuntutan-tuntutan perjuangan membela kemerdekaan negara dan kemerdekaan bangsa.


Sebaliknya, wanita Indonesia harus melakukan penggabungan tenaga antara perempuan dan laki-laki yang sehebat-hebatnya dan sebulat-bulatnya. Laki-laki dan perempuan Indonesia bersama menuju satu tujuan, tiada satu tenaga pun yang boleh tercecer. Feminis atau sosialis, jika golongan-golongan itu masih ada dan tetap dipertahankan, jangan sampai bertentangan antara satu sama lain, sebaliknya golongan-golongan itu harus terus bahu membahu serapat-rapatnya kesatu arah, kesatu tujuan revolusioner: menggempur penjajahan, membangunkan negara nasional yang meliputi seluruh Indonesia dan yang merdeka sepenuh-penuhnya.
Sukarno sadar, bahwa masalah-masalah yang menyangkut persoalan perempuan harus secepatnya dipecahkan. Sukarno pun telah berkali-kali bermusyawarah dengan pemimpin-pemimpin wanita Indonesia yang membahas tentang masalah-masalah keperempuanan yang belum tuntas di Indonesia. Sukarno juga tidak segan-segan menerima setiap keluhan-keluhan dari kalangan wanita yang mengeluhkan bermacam-macam ragam persoalan perempuan. Misalnya bagaimana menyembuhkan wanita dari penyakit kopleks inferieur yang telah turun temurun bersarang dalam jiwa wanita Indonesia, soal bagaimana mendinamiskan wanita Indonesia, soal memberi pengetahuan secepat-cepatnya kepada mereka pula, soal pendidikan gadis-gadis dan anak-anak, soal kesehatan dan kebidanan, soal mengefesienkan rumah tangga, soal wanita baik atau tidak menjadi prajurit saat ini, soal mempraktekkan persamaan hak yang dalam teorinya telah diakui sebagai hukum positif di Indonesia, soal mengejar jarak kemajuan antara wanita di Jawa dan wanita di lua daerah, dan lain-lain.
Soal-soal di atas sepintas ada yang mirip dengan soal-soal yang pernah terjadi pada fase pergerakan wanita tingkat pertama, ada mirip fase kedua yang membahas tentang keseimbangan antara wanita karier yang merangkap sebagai ibu rumah tangga. Ada juga yang mirip dengan fase ketiga saat ini yang bersangkut paut pada upaya pensinergian perjuangan antara perempuan dan laki-laki menuju terwujudnya sosialisme Indonesia.




Memang masyarakat Indonesia terdiri dari kalangan-kalangan yang obyektif masih hidup di atas salah satu daripada tiga fase itu. Ada golongan kelas atas, ada golongan buruh dan tani, dan ada golongan yang terkungkung oleh paham-paham agama yang masih kolot. Tetapi di dalam musyawarah-musyawarah yang dilakukan, Sukarno selalu memberi petunjuk garis-garis besarnya saja. Sukarno selalu mengingatkan bahwa soal wanita hanyalah dapat diselesaikan oleh wanita itu sendiri. Sukarno sepaham dengan Vivekananda yang selalu menjawab jika ditanya oleh orang laki-laki tentang soal-soal kecil urusan wanita (soal-soal yang tidak prinsipil) lantas menjawab:


Apakah aku ini seorang wanita, maka engkau selalu menanyakan hal-hal yang semacam itu kepadaku….? Engkau itu apa, maka engkau mengira dapat memecahkan soal-soal wanita? Apa engkau itu Tuhan Allah, maka engkau mau menguasai tiap-tiap janda dan tiap-tiap perempuan? Hands off! Mereka akan mampu menyelesaikan soal-soalnya sendiri!

Ya, Kemudian Sukarno berpendapat: wanita harus bertindak sendiri, wanita harus berjuang sendiri! Tetapi ini tidak berarti bahwa wanita harus berpisah dengan laki-laki. Tidak, untuk kepentingan wanita pula, wanita harus menjadi roda yang hebat dalam revolusi nasional; wanita di dalam revolusi Indonesia harus bersatu aksi dengan laki-laki, dan wanita pun harus bersatu aksi dengan wanita pula. Jangan terpecah belah, jangan bersaing-saingan. Jangan ada yang memeluk tangan! Di dalam revolusi nasional, semua gogongan harus didinamisir, dan semua golongan itu harus diarahkan kesatu tujuan pula, jangan ada dua gogongan, walau yang sekecil-kecilnyapun, yang bertabrakan satu sama lain. Oleh karena itulah, maka seja dari tahun 1928 saya mengajurkan kepada kepada wanita Indonesia untuk memborong ketiga-tiga tingkatan itu di dalam satu gelombang mahasakti, dalam satu sintesa program perjuangan wanita, yang bersama-sama dengan laki-laki (tidak anti laki-laki) betul-betul menggegap gempitakan tenaga nasional. Dan sekarang di dalam revolusi nasional, lebih-lebih lagi saya mendengungkan kepada wanita Indonesia, supaya pemimpin-pemimpinnya cakap menyusun sintesa program yang demikian itu, dan dengannya menyadarkan, membangkitkan, menggelorakan seluruh wanita Indonesia dari seluruh lapisan, menjadi roda hebat atau sayap hebat dari revolusi nasional, revolusi nasional totaliter.
Jikalau umpamanya di Indonesia terdapat bermacam-macam perserikatan wanita, apakah neo feminiskah, sosialiskah, jadikanlah perserikatan atau partai-partai wanita itu sedapat mungkin berfederasi atau beraksi bersama, menjadi satu gelombang maha besar dibawah panji-panjinya sintesa program itu menggelombang ke arah benteng penjajahan, yang harus diremukredamkan bersama, dihantam hancur lebur bersama-sama. Buatlah revolusi Indonesia yang betul-betul revolusi nasional yang totaliter.
Anjuran Sukarno di atas bukanlah anjuran kepada wanita Indonesia untuk masuk dan bergabung dengan partai sosialis. Sukarno hanya mengharapkan agar wanita bisa bergerak. Apalagi Sukarno bukanlah seorang propaganda partai. Paham sosialis yang dikemukakan Sukarno adalah suatu pandangan dalam arti yang bersifat umum, dan sama sekali tidak berhubungan dengan salah satu partai sosialis tertentu. Cita-cita sosialisme memang bukan monopoli salah satu partai dan juga bukan milik golongan manapun. Bahkan jauh sebelum revolusi Indonesia meledak, cita-cita sosialisme telah mengisi dadanya banyak kaum pergerakan Indonesia yang sadar, sosialisme sudah mewahyui nasionalisme Indonesia menjadi sosio nasionalisme, dan demokrasi kita menjadi sosio demokrasi.
Jika banyak kaum pergerakan perempuan tidak menyepakati istilah sosialisme tersebut, Sukarno menyerahkan kepada semua perempuan untuk mengistilahkannya sendiri, asalkan maknannya tetap sama, yaitu: satu masyarakat yang berkesejahteraan sosial dan berkeadilan sosial, yang didalmnya tiada eksploitasi manusia oleh manusia, tiada eksploitasi manusia oleh negara, tiada kapitalisme, tiada kemiskinan, tiada perbudakan, tiada wanita yang setengah mati sengsara karena memikul beban yang dobel atau menjadi keledai yang menarik dua gerobak, tiada wanita yang senewen karena siksaan penyakit dilematikan antara perempuan pekerja dan perempuan ibu rumah tangga.
Agust Bebel, pejuang wanita dalam bukunya Die Frau und der Sozialismus mengatakan:
Juga diatas pundak wanitalah terletak kewajiban untuk tidak ketinggalan di dalam perjuangan ini, dalam mana diperjuankan kemerdekaan mereka dan pembebasan mereka. Mereka sendirilah harus membuktikan, bahwa mereka mengerti benar-benar tempat mereka dalam perjuangan sekarang yang mengejar masa depan yang lebih baik itu, bahwa merka telah bertetap hati ikut serta dalam perjuangan itu. Pihak laki-laki berkewajiban membantu mereka utu dalam membuang semua persangkaan yang salah, dan membantu mereka itu dalam ikut serta mreka dalam perjuangan.
Jangan satu orang pun menilaikan tenaganya terlalu rendah, dan mengira bahwa satu orang ikut atau satu orang tidak ikut, tidak menjadi apa. Guna kemajuan kemanusiaan itu, tiada tenaga satupun, walau yang sekecil-kecilpun, yang dapat dianggap tiada berharga. Tetesan air yang terus-menerus, akhirnya membuat lobang dalam batu yang bagaimana kerasnyapun juga. Dan tetesan-tetesan air menjadilan sungai kecil, sungai-sungai kecil menjadi sungai besar, sungai besar berhimpun dalam sungai benua. Tiada satu halangan pun akhirnya cukup kuat untuk menahan alirannya yang maha hebatitu. Demikianlah pula keadaan di dalam hidup kebudayaannya kemanusiaan, selamanya alam itu memang menjadi guru kita. Jikalau kita bertindak sesuai dengan alam itu, maka kemenangan akhri pasti nanti datang.
Kemenangan itu akan makin menjadi besar, bilamana semua orang masing-masing meneruskan perjalanannya dengan cara yang lebih rajin dan lebih giat. Keraguan hati, apakah kita masih akan melihat permualannya periode kebudayaan yang lebih indah itu, yakni apakah kita masih akan mengalami permualaannya periode itu, pertimbangan-pertimbangan semacam itu tidak boleh menghambat kita, dan sekali-kali tidak boleh menjadi sebab untuk meninggalkan jalan yang sudah kita injak.
Kita mampu meneruskan berapa malasnya atau bagaimana sifatnya bagian-bagian pertumbuhan itu satu-persatu, sebagaimana kita pun tak mampu mengatakan apa-apa dengan yakin tentang berapa panjang usia kita sendiri, tetapi harapan akan mengalami kemenangan itu tak perlu kita lepask n di dalam zaman seperti zaman yang kita alami sekarang. Kita berjuang terus dan berusaha terus dan tak mempedulikan soal dimana atau kapan batu-batu tandanya zaman bahabia bagi kemanusiaan itu akan dipasang.



Dan jikalau kita jatuh dipandang perjuangan ini maka turunan-turunan kita mengisi tempat kita itu. Dengan demikian kita jatuh dengan keinsyafan, bahwa kita telah memenuhi keawjiban kita sebagai manusia, dan dengan keakinan baha tujuan kita pasti nanti tercapai, bagaimanapun juga musuh-musuhnya kemanusiaan menentang tercapainya tujuan itu!”
Demikianlah kutipan dari Bebel, kemudian Sukarno menambahi pesan Bebel tersebut kepada perempuan Indonesia: bandingkanlah zaman Bebel itu denga nzaman kita sekarang ini! Bebel bicara dalam zaman yang meski ada undang-undang sosialis pun, masih bernama aman jika dibandingkan dengan zaman kita sekarang ini. Kita sekarang ini, berada dalam zaman perjuangan yang jauh lebih gegap gempita dari zamannya Bebel. Kita sekarang ini dalam bahaya, negara kita dalam bahaya, meriam, bom dan dinamit menggeledek dan mengguntur diangakasa, ribuan rakyat dan prajurit kita mati bergelimpangan, kota-kota kita menjadi puing-puing, desa-desa kita menjadi lautan api, bumi Republik menjadi laksana menggempa, segenap tenaga pertahanan kita kerahkan habis-habisan untuk mempertahankan Republik. Sungguh jauh lebih genting dibandingkan dengan keadaan perjuangan sosialis di Jerman. Manakala Bebel menegaskan bahwa tiada seorang pun boleh ketinggalan, betapa pula dengan kita sekarang ini? Ibaratnya, buka saja manusia yang harus kita kerahkan, tetapi juga segala isi alam ini, yang berupa apapun harus kita gugahkan, bangkitkan, mobilisasikan untuk membela negara yang hendak dihancurkan musuk itu, Di Jerman dulu perjuangan di bawah ancaman undang-undang sosialis, tetapi disini perjangan membela hidup terhadap serangan kontra revolusi yang sedang memuntahkan peluru da memuntahkan api sedang mengamuk, membinasa, membunuh dan membakar! Tidak seorang pun boleh ketinggalan dalam perjuangan yang semacam itu!

Ingat perlu diperhatikan. Wahai wanita Indonesia, kewajibanmu telah jelas! Sekarang ikutilah  serta mutlak dalam usaha menyelamatkan republik, dan nanti jika republik telah selamat, ikutlah serta mutlak dalam usaha menyusun negara nasional.
Jangan ketinggalan di dalam revolusi nasional ini dari awal sampai akhir, dan jangan ketinggalan pula nanti di dalam usaha menyusun masyarakat keadilan sosial dan kesejahteraan sosial.
Di dalam masyarakat keadilan sosial dan kesejahteraan sosial itulah engkau nanti menjadi wanita yang bahagia dan jadilah kau wanita yang MERDEKA . . . .!!!

Kamis, 18 Juli 2019

Mati Surinya Roh Organisasi Gerakan


Mati Surinya Roh Organisasi Gerakan


Oleh : M. Derajad

Jagat perpolitikan tanah air gaduh. Konflik yang melanda beberapa partai politik di tanah air berimbas pada berbagai lini kehidupan bangsa. Konflik itu disebabkan banyak faktor, namun dapat dipastikan pertarungan ini, hanya kepentingan elit partai saja. Lantas, apakah konflik itu menular pada organisasi gerakan?.

Peran organisasi dalam perjuangan bangsa Indonesia sangat besar. Mengapa? sejarah mencatat, Budi Utomo organisasi yang didirikan oleh Dr. Soetomo dan para mahasiswa STOVIA (School tot Opleiding van Indische  Artsen) yaitu Goenawan Mangoenkoesoemo dan Soeraji pada tanggal 20 Mei 1908.  Budi Utomo mendeklarasikan diri bukan organisasi politik tapi organisasi pelajar, organisasi yang mempunyai tujuan memajukan pengajaran, pertaniaan, peternakan dan perdagangan, teknik dan industri serta menghidupkan kembali kebudayaan Indonesia.  Dalam perjalanannya Budi Utomo memiliki andil besar dalam perjuangan pergerakan nasional karena telah menjadi pelopor organisasi kebangsaan.

Sebuah pepatah mengatakan, “Seiring berjalannya waktu, waktu mengajarkan anda” nampaknya pepatah tersebut sudah tak sesuai. Seakan Budi Utomo hanya sepenggal kisah sejarah pergerakan masa silam. Dan tak mampu mengilhami organisasi gerakan saat ini, karena api semangat perjuangannya tertinggal jauh di masa lalu.

"Entah siapa yang meninggalkannya disana?". Batinku menggerutu.

Kini, organisasi gerakan digunakan sebagai tunggangan politik oleh pimpinannya untuk menciptakan ruang tawar-menawar dengan pemerintah. Itu dilakukan untuk mengamankan kepentingan pribadi maupun kelompok; bisa saja dalam hal ini kepentingan senior dan kelompoknya sebagai politik balas budi. Memang tak ada dalil yang melarangnya, namun sikap kritis kepada pemerintah harga mati dan haram hukumnya bungkam, apalagi memetik keuntungan dari sikap bungkamnya itu. 

Sebagai contoh, terlihat jelas, jelang tahun baru 2016 kemaren, beberapa isu menggelinding liar tetapi hanya menguap saja, tanpa adanya sikap kritis dan langkah strategis organisasi gerakan. Kecuali menyambutnya dengan mengeluarkan statement di media dengan gaya bahasa seolah-olah progresif-revolusioner. Karena telah ber-statement, dianggaplah persoalan selesai. Karena telah dimuat media, maka sudah dianggap sebagai sebuah  perjuangan, meski tak melakukan apa-apa. Apa mungkin perut bisa kenyang dengan berdzikir saja, jika mulut tak menelan makanan?. Apa mungkin permasalahan masyarakat terselesaikan, jika kita hanya berdiskusi hingga mulut berbusa?. Jawabannya tentu TIDAK! dan TIDAK!. Demikian trend gerakan saat ini.

Menurut para ahli, hakikat organisasi gerakan adalah organisasi yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat yaitu: Pertama, organisasi mengubah kehidupan masyarakat, manfaat ini dapat diamati dari banyaknya organisasi yang mampu membuat kehidupan masyarakat jadi lebih baik. Ia tak pernah steril dari permasalahan masyarakat dan konsisten memperjuangkan hak-hak masyarakat yang dimarginalkan oleh sistem yang menindas.

Mari kita amati, konflik tambang pasir besi di Lumajang yang berujung terbunuhnya Salim Kancil, gejolak penolakan penambangan pasir besi tersebut tak serta-merta muncul secara alami tanpa ada yang menggerakkan, disinilah peran organisasi gerakan dalam perjuangan masyarakat Lumajang. Kedua, organisasi gerakan sebagai penuntun pencapaian suatu tujuan. Organisasi gerakan manapun pasti mempunyai tujuan yang hendak dicapai bersama. Untuk mencapai tujuannya, ia merumuskan metodologi-pencapaian dengan efektif dan efisien. Ketiga, organisasi sebagai cagar ilmu pengetahuan, organisasi selalu berkembang seiring dengan munculnya fenomena-fenomena organisasi tertentu.

Maka jangan sampai organisasi gerakan mendapatkan predikat “hidup segan, mati tak mau”, dan menimbulkan ketidak percayaan dan kegelisahan  secara nasional. Jika kondisi ini dibiarkan berlarut-larut  dan tidak ditanggapi secara bijak, kondisi ini akan  berubah menjadi bom waktu yang akan meledak kapanpun. Ledakan itu yang akan melahirkan sebuah Resolusi Organisasi Gerakan. Biasanya istilah ini disebut dengan K.L.B. 

Meminjam istilah Denny Siregar, semoga secangkir kopi menjernihkan akal dan pikiran kita semua. (dijamin tak bersianida). Srupuuut!!!.[caption caption="Jangan diam"

Rabu, 17 Juli 2019

Belasan Kader GMNI Probolinggo Digembleng Ilmu Jurnalistik


PROBOLINGGO - DPC GMNI PROBOLINGGO, Belasan kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Probolinggo mengikuti diklat jurnalistik pada Kamis (18/7). Diklat yang digelar DPC GMNI Probolinggo itu, diharapkan mampu mencetak kader GMNI yang profesional dibidang jurnalistik.


Belasan kader GMNI tersebut, berasal dari tiap Dewan Pengurus Komisariat (DPK) yang ada. Baik DPK Ekonomi, DPK Hukum, DPK Fisip maupun DPK Gajah Mada.


Setidaknya beberapa materi yang disampaikan, yakni Dasar Ilmu Jurnalistik, dasar fotografi termasuk teknik penguaploadan dalam web. 2 pemateri juga dihadirkan yang juga kader GMNI yaitu Bung Rosidi dan Bung Rahmad yang keduanya aktif sebagai seorang wartawan.


Perwakilan DPC GMNI Probolinggo Riska Dayana mengatakan, kegiatan ini sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas kader GMNI. Dalam hal ini khusus tentang jurnalistik.


"Dengan diklat ini diharapkan para kader menguasai ilmu jurnalistik baik bagi anggota cabang maupun bagi setiap DPK yang ada,"kata Riska.
Para peserta diklat jurnalistik oleh DPC GMNI Probolinggo

Sementara itu, Ketua Pengurus Alumni (PA) GMNI Probolinggo Sukardi Mitho merespons baik kegiatan diklat jurnalistik tersebut. Pihaknya berharap bisa segera dipraktekkan dalam kegiatan sehari-harinya.


"Harapannya bisa eksis mengexplore kamampuan menulis khususnya bagi kader GMNI. Output jangka panjangnya bisa mencetak kader yang secara profesional sebagai seorang jurnalis," tuturnya.


Tak hanya pemberian materi, para kader juga mempraktekkan langsung termasuk fotografi dan teknik mengupload dalam web. (Den/Den)

Kamis, 11 Juli 2019

KONFERCAB II GMNI PROBOLINGGO



PROBOLINGGO - DPC GMNI Probolinggo sukses melaksanakan konferensi cabang kedua di Desa Ngadisari Kecamatan Sukapura Kabupaten Probolinggo pada tanggal 20-21 Juli 2018. Dalam acara tersebut dihadiri oleh Ketua Alumni Probolinggo (Sukardi mitho) Bapak Camat Sukapura dan Tokoh adat setempat serta dihadiri dan dibuka langsung oleh Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPD GMNI JATIM) Bung Rahmad Soleh.

Dalam Momentum Konfercab kali ini DPC GMNI Probolinggo mengangkat tema "Meneguhkan Ideologi Bangsa di Era Milenial"ini atas dasar musyawarah seluruh kader GMNI Probolinggo, mengingat kondisi saat ini adalah masa kaum-kaum muda atau biasa disebut dengan generasi z atau kaum milenial. Dengan membubukan nilai-nilai Pancasila di kehidupan sehari-hari, "Iya, kita sebagai generasi bangsa saat ini harus mengikuti perkembangan yang ada agar Pancasila menjadi pondasi kuat bagi penerus bangsa generasi muda" Ujar Ketua DPC GMNI Probolinggo, Bung Mas'oed.