Selasa, 21 April 2020

Mengupas Makna Perempuan Masa Kini



Dalam era globalisasi di awal abad ke-21 ini, isu mengenai Perempuan masa kini memiliki peran dan fungsi yang sangat strategis dalam lingkungan sekitar, keluarga, dan masyarakat. Sayangnya, banyak yang tidak bisa memainkan peran dan fungsinya dengan baik karena banyak nya faktor yang pemicu utama di era sekarang. Salah satunya pernikahan dini yang mempengaruhi berkurangnya perempuan yang mau dan bersemangat untuk berpendidikan tinggi. 

Oleh karena itu dalam Dimol (Diskusi Marhaenis lewat Online) ini mengupas tuntas terkait permasalahan yang terjadi tersebut dalam memperingati hari kartini yang menjadi patokan utama dalam penggerak perempuan pertama kali di Indonesia. 

Pada zaman yang modern ini boleh saja perempuan memilih menjadi pengurus rumah tangga (ibu rumah tangga) secara total tetapi hendaknya menjadi ibu rumah tangga yang berwawasan luas, handal dan berdaya itulah yang mampu memberikan edukasi terhadap generasi yang baik kedepannya.

Hal ini dapat dicapai salah satunya dengan pendidikan, pelatihan, terus belajar untuk selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya.

Seperti yang dikatakan Sarinah Vanda (DPP GmnI di Bidang Pergerakan Sarinah) bahwa seorang Perempuan sekarang itu harus berprinsip untuk memotivasi diri dan kepercayaan dirinya. Kecantikan seorang Perempuan bukan hanya dari fisiknya yang pandai bersolek, tubuh ideal, dan eksis di social media karena kecantikan fisiknya. 

Tapi perempuan yang sebeneranya adalah kecantikan akan keahliannya, kecerdasannya, dan mampu memberikan kebermanfaatan karena kehadirannya. 

Hal ini tidak jauh dari semangat perjuangannya R.A. Kartini dimana beliau memperjuangkan hak-hak perempuan yang sepantasnya patut kita contoh. Dimana beliau merupakan seorang perempuan pemberani yang menuangkan pemikiran-pemikirannya yang mengaitkan dengan agama dalam memberontak dan melawan atas penindasan hak-hak kewajiban perempuan pada eranya. 

Beliau seorang Penggerak Perempuan pertama kali di Indonesia yang menyetarakan pendidikan, dan kehidupan sosial, beliau juga mendirikian sekolah bagi perempuan dan hal ini mampu mempengaruhi pergerakan perempuan setelahnya, dimana berkat pemikiran perlawanannya mampu menginspirahi Dewi sartika, Rohana kudus, dan perempuan-perempuan hebat lainnya. 

Namun kenyataannya saat ini, semangat keadilan yang dibawa kartini mulai dianggap degradasi, karena hanya dinilai dari rambut sanggulnya dan baju kebayanya, bukan karena semangat pemberontakan dan perlawanannya dalam memperjuangkan keadilan. 

Di era saat ini, perempuan mulai tergerus pemikiran akan kepercayaan dirinya karena penilaian orang lain tentang kecantikan yang hanya dilihat dari fisik dan bawaan dari lahir sehingga tersimpulkan dianggap kata benda.

Padahal kecantikan yang sebenarnya adalah kata kerja yang seharusnya patut diperluas pengartiannya akan kecantikan ini. Sejatinya perempuan yang cantik melainkan karena perbuatannya, tindakannya, kebermanfaatannya, inspirasinya, dan aktivitasnya.

Independensi seorang perempuan sangat perlu karena dengan begitu kaum perempuan tidak bergantung pada orang lain ataupun suaminya kelak. Oleh karena itu sudah saatnya perempuan-perempuan masa kini bangkit akan emansipasi atas hak dan kewajibannya dalam memperjuangkan dirinya dengan membuka lagi sejarah2 agar terbuka mindset akan pengartian kecantikan yang secara luas, bukan hanya faktor kecantikan untuk pandai bersolek di social media belaka.

Pada paragraf akhir dari Sarinah, Sukarno lantang berseru, “Wanita Indonesia, kewajibanmu telah terang! Sekarang ikutlah-serta-mutlak dalam usaha menyelamatkan Republik, dan nanti jika Republik telah selamat, ikutlah-serta-mutlak dalam usaha menyusun Negara Nasional. Di dalam masyarakat keadilan sosial dan kesejahteraan sosial itulah engkau nanti menjadi wanita yang bahagia, wanita yang Merdeka!” (h.329)

Sungguh pembahasan ini sangat menarik, walaupun via online tapi antusias dari anggota yang hadir dalam diskusi ini memberikan efek positif bagi solidaritas kawan-kawan GmnI, mulai dari dpc GmnI wakatobi, Dpc GmnI malang Raya, Dpc GmnI Sampang, Dpk Uinsa , serta Dpc dan Dpk lainnya. Semoga dengan pembahasan diskusi terkait perempuan ini dapat memberikan efek postif yang mampu direalisasikan dalam kehidupan sehari hari kita. (yas/den)

Sabtu, 18 April 2020

Mengapa Gerakan Mahasiswa Era Kini, Redup?


DPC GmnI Probolinggo membuat kegiatan secara Online atau yang diberi nama Dimol (Diskusi Marhaenis secara Online).

Pemateri dalam diskusi ini kita turut mengajak Sarinah Mia selaku Wasekjend DPP GmnI dan di Moderatori oleh Sarinah Yasinta selaku Ketum Dpc GmnI Probolinggo 
Disini pembahasan yang diangkat yaitu terkait Mengapa gerakan mahasiswa di era saat ini, redup? Pembahasan ini diambil karena mulai menurunnya kekritisan mahasiswa di era saat ini terhadap permasalahan permasalahan yang terjadi.

Mahasiswa kebanyakan di era saat ini mulai malas bergerak dan tidak berani memulai sesuatu terlebih dahulu, karena banyak nya faktor, contoh salah satunya pergaulan dan lingkungan yang terpengaruhi oleh kertegantungannya gadget untuk ngegame.

Sarinah Mia pun mengatakan bahwa “perbandingan mahasiswa-mahasiswa dulu dengan sekarang sangatlah berbeda, jikalau dulu pas dijamannya sebelum orde baru mahasiswa-mahasiswa terdidik kritis, berani dan tegas dalam menanggapi suatu permasalahan, namun, sekarang mahasiswa hanya lebih terpacu terhadap eksistensi memiliki jabatan dikampus bukan sebagaimana dia berkontribusi untuk lingkungan yang lebih luas di masyarakat”. 

Memang benar adanya, mahasiswa sekarang lebih focus dan terpacu hanya dalam ruang lingkup kampus, apalagi bila kita sambungkan dengan keadaan kampus di UPM Probolinggo, dimana mahasiswa nya tidak dianjurkan untuk mengikuti organisasi ekstra oleh beberapa dosen dikarenakan akan terjadi faktor keterlambatan kuliah atau nilai IPK yang berdampak terhadap kelulusannya. Sehingga, mahasiswa nya yang masih baru baru dan bersemangat untuk berproses saat kuliah menjadi takut dan tidak berani untuk menikmati fantasi menjadi seorang mahasiswa. 

Bung mas ud (DPD jatim bidang organisasi) juga menanggapi bahwasanya “mahasiswa saat ini juga terlalu individualis, sehingga gerakan mahasiswa lambat laun akan meredup karena kurangnya komunikasi yang mendukung dalam memotivasi setiap permasalahan yang harusnya bisa diselesaikan secara bersamaan, egosentris karena seringnya di lingkungan individualis lah penyebab terbesar di era saat ini”.

Dan tanggapan-tanggapan lain dari pengamat diskusi ini, sehingga dapat disimpulkan bahwasanya mahasiswa saat ini perlu adanya perubahan karakter untuk lebih berfantasi lebih luas tidak hanya dikampus aja, namun diluar kampus yang dapat memberikan efek positif bagi pengalaman pengalaman dirinya nantik dan kurangi memiliki karakter yang individualis, agar solidaritas dalam menanggapi permasalahan yang seharusnya dapat diselesaikan bersama dapat memberikan solusi yang kongkrit guna menghidupkan gerakan mahasiswa lagi.