Perlukah Hiburan Malam Ditutup??? Ini Sikap GMNI Probolinggo
DPC GMNI PROBOLINGGO-Hampir sebulan polemik tentang tempat karaoke yakni Pop City dan 888 di Kota Probolinggo menjadi perbincangan hangat masyarakat. Ormas Islam dan Organisasi Kepemudaan memberikan berbagai dukungan pada Walikota untuk tidak memperpanjang izin operasional kedua tempat karaoke tersebut.
Perlu diketahui, Dewan Pimpinan Cabang Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPC GMNI) tidak lantas reaksioner menyikapi tersebut. Pasalnya soal menutup atau tidak hal tersebut adalah persoalan teknis.
Namun yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana sebuah kebijakan dirasa mengakomodir semua pihak. Baik Pemkot sendiri, masyarakat dan pengusaha.
DPC GMNI Probolinggo paham bahwa persoalan ini sudah lama menjadi perbincangan masyarakat sejak 2006 silam. Sejak adanya hiburan malam seperti Vegas ,Dinasti, Marknauff , Ayang yang kemudian berujung penutupan.
"Tidak diperpanjangnya atau penutupan hiburan malam tidak sekedar keinginan Pemkot semata, namun juga masyarakat Kota Probolinggo. Berbagai pertimbangan pun diperhatikan sebagai referensi untuk penutupan," ucap Ketua Bidang Sarinah DPC GMNI Probolinggo Riska Dayana.
Tidak sekedar degradasi moral , kemaksiatan, soal ekonomi yang dirasa tak begitu berdampak signifikan bagi Kota Probolinggo, namun ada hal -hal lain yang tak kalah penting perlu diperhatikan.
"GMNI sadar bahwa sejatinya yang dilakukan Pemkot Probolinggo adalah niat yang baik sebagai wujud proteksi atau perlindungan terhadap dampak-dampak khususnya dampak sosial yang ada. Namun, sudah barang tentu niat baik juga dilakukan dengan cara yang baik dan benar sesuai aturan hukum,"tambah Riska.
Atas niatan yang dibangun Pemkot Probolinggo tersebut, DPC GMNI Probolinggo memberikan support dan dukungan moril atas langkah Walikota Hadi Zainal Abidin dengan catatan diantaranya :
Kendati diatur dalam Peraturan Daerah kota Probolinggo Nomor 9 Tahun 2015 tentang izin hiburan. Dan disusul UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, memberikan wewenang pada Walikota yang disebut ‘Diskresi’ini tetap perlu ada cantolan hukum yang kuat agar tidak ada persoalan hukum dikemudian hari. Saran kami, perlu ada Keputusan Walikota yang mengacu pada Perda diatas dengan hal-hal yang lebih rinci mengatur teknis hiburan , pengawasan , larangan dan sanksi.
Mengingat masa izin yang sudah habis, pihak management karaoke keluarga telah melakukan perpanjangan sebulan sebelum habis masa izinnya sesuai dengan Peraturan Daerah kota Probolinggo Nomor 9 Tahun 2015 tentang izin hiburan. Maka dari itu Pemerintah Kota Probolinggo perlu menjelaskan pada pihak management agar mereka memahami bahwa Walikota punya kewenangan penuh yang disebut diskresi tersebut.
"Sikap dukungan, usulan dan saran DPC GMNI Probolinggo akan kami buatkan secara rinci dalam surat resmi yang besok akan kami kirim tertuju pada Walikota Probolinggo,"tutup Riska.
Sementara itu, Sukardi Mitho yang juga Ketua Persatuan Alumni GMNI Probolinggo menyebut tidak diperpanjangnya izin tempat karaoke dinilai upaya yang benar. Sejak 2006 silam, tempat-tempat tersebut berpotensi munculnya persoalan sosial di masyarakat.
"Sekalipun belum ada penelitian secara keilmuan, kami memiliki data riil terkait banyaknya masalah sosial (keluarga) yang berantakan karena adanya tempat hiburan tersebut. Tidak hanya menimpa pasangan suami istri, anak-anak keluarganya juga sampai terpisah dari keluarga,"tegas Sukardi.
Lanjutnya, masih banyak tempat hiburan yang tidak berdampak sosial yang buruk. Misalnya taman-taman kota yang memang perlu menjadi ruang nyaman bagi masyarakat Kota Probolinggo.
"Justru bagi kami, kebijakan ini menjadi momentum untuk seluruh pemangku kepentingan duduk bareng dalam satu meja membahas pembangunan kota, secara gotong royong,"tandasnya. (Cit/Den)
Apakah tempat Karaoke itu ada PSK-Nya juga ya?
BalasHapusItu yg perlu di adakan penelitian dulu,kalau ijinya karaoke keluarga.
HapusDasar 9 tahun 2010 sudah d cabut itu mas
BalasHapus